Metroterkini.com - Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Lembaga Swadaya Masyarakat Gerhana Tunas Bangsa (LSM-GTB) menyurati Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) agar mengganti Ketua Satuan Kerja (Satker) Pengembangan Sistem Penyehatan Lingkungan Permukiman (PSPLP) Provinsi Riau, Yeni Mulyadi, Kelompok Kerja (Pokja) dan Unit Layanan Pelelangan (ULP) yang melelang proyek TPA Kabupaten Kuansing.
Karena, LSM GTB menduga Satker, ULP dan Pokja telah mengangkangi Keputusan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang perubahan kedua atas peraturan nomor 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah.
Desakan agar Satker PSPLP Riau diganti tertuang dalam Surat bernomor: 022/SK/DPP-GERHANA/VII/2018, perihal " permohonan pergantian satker, PPK, ULP & Pokja kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat RI di Jakarta. Surat bertanggal 13 Juli 2019, itu diterima oleh Kementerian PUPR tertanggal 19 Juli 2018.
Terkait laporan ini diungkapkan Dewan Pimpinan Nasional LSM Gerhana Tunas Bangsa, Riko Rivano, SH kepada Ridarnews.com, Selasa, 24 Juli 2018.
Menurut Riko, surat tersebut menguraikan tentang permasalahan lelang proyek TPA Kuansing di Satuan Kerja Pengembangan Sistem Penyehatan Lingkungan Permukiman Provinsi Riau yang diduga tidak terlepas dari tanggung jawab dari seorang Satker dalam memimpin institusinya.
Untuk itu, Riko meminta Kementerian PUPR mengganti Satuan Kerja (Satker), PPK, ULP dan Kelompok Kerja (Pokja) pengadaan pekerjaan jasa konstruksi di Satker PSPLP Provinsi Riau, menyusul adanya dugaan penyalahgunaan wewenang proyek pembangunan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) dengan nilai kontrak Rp15,1 miliar dari Harga Perkiraan Sendiri (HPS) Rp17,3 miliar. Anggaran tersebut bersumber dari APBN tahun 2018 yang dimenangka PT. NLI.
Namun, kemudian pihak Satker membatalkan kontrak PT. NLI, karena diduga perusahaan itu memasuka dokumen palsu dalam pelelangan. Akan tetapi pembatalan ini dilakukan setelah PT. NLI mengambil uang muka pekerjaan sebesar Rp2,5 miliar.
Selain itu, pihak LSM Gerhana Tunas Bangsa juga menilai adanya dugaan pengaturan pemenang lelang dalam lelang yang akan dilaksanakan oleh Kelompok kerja (POKJA) Pengadaan Pekerjaan Jasa Konstruksi Satuan Kerja PSPLP Provinsi Riau.
"Ini membuat polemik dan menjadi kegaduhan serta terganggunya program pembangunan Pemerintahan Jokowi-JK di Provinsi Riau," Kata Ketua DPN LSM Gerhana Tunas Bangsa, Riko Rivano SH.
Sementara itu, pihak DPN LSM GTB menyebutkan, Direktorat Reserse Umum, Polda Riau juga telah mengusut kasus dugaan pemalsuan dokumen lelang proyek pembangunan TPA Kabupaten Kuansing tahun 2018.
Sejauh ini, Polda Riau mengaku baru memanggil satu orang untuk dimintai keterangan dalam dugaan pemalsuan dokumen lelang TPA Kuansing Tahun 2018 yang dimenangkan oleh PT NLI.
Kendati kasus dugaan pemalsuan dokumen yang berbuntut kontrak lelang diputus. Satker PSPLP Provinsi Riau kembali melakukan lelang ulang pembangunan TPA Kabupaten Kuansing. Hanya saja HPS-nya berubah dari Rp17,3 miliar menjadi Rp12,1 miliar.
"Harusnya sebelum dilakukan tender ulang, dilakukan audit terlebih dahulu. Karena pengerjaan proyek pemutusan kontrak TPA kuansing telah dikerjakan oleh PT NLI. Dan PT NLI sudah menerima uang muka," kata Riko.
Di tengah kasus pemalsuan dokumen dan pemutusan kontrak PT NLI terkait proyek lelang TPA Kuansing, Satker PSPLP Provinsi Riau, kembali membuat ulah dengan melakukan lelang dua paket proyek yang lokasinya di Kota Pekanbaru; Pertama paket pengerjaan Perpipaan Air Limbah Kota Pekanbaru Area Selatan (Paket SC-1) senilai Rp207,1 miliar dan Paket SC-2 dengan nilai Rp144,4 miliar.
Dipertengahan, lelang tersebut dibatalkan dan ditengah jalan Pokja kembali melakukan lelang ulang paket pengerjaan Perpipaan Air Limbah Kota Pekanbaru Area Selatan kembali.
Berdasarkan fakta ini, DPN LSM GTB menilai, bahwa Satker PSPLP Provinsi Riau diduga tidak mengerti tentang aturan yang diamanatkan dalam Perpres Nomor 70 Tahun 2012 tentang perubahan kedua atas peraturan nomor 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah.
Selain itu, Satker PSPLP Provinsi Riau, yang diketuai Yeni Mulyadi dinilai tidak teliti dan tidak cermat dalam menentukan pemenang proyek lelang TPA Kuansing tahun 2018 sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan.
"Apabila Satker, PPK maupun ULP tetap melaksanakan tender ulang (TPA,red) kami akan melakukan upaya hukum baik secara pidana mau pun perdata dikarenakan kasus pemalsuan dokumen PT NLI yang memenangkan proyek tersebut sebelumnya saat ini tengah bergulir di Polda Riau," tegasnya.
LSM Gerhana Tunas Bangsa juga menilai, Satker PSPLP Provinsi Riau, sudah cacat hukum dan menabrak Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
"Kami menduga ada penyalahgunaan wewenang menguntungkan diri sendiri atau orang lain dalam kasus proyek lelang yang bersumber dari APBN tersebut. Saat ini dan kami juga meminta Kementerian PUPR menunda terlebih dahulu seluruh pelelangan pekerjaan yang ada Satuan Kerja PSPLP Provinsi Riau," pungkas Riko.
Sementara itu, ketika Yeni Mulyadi yang coba dikonfirmasi metroterkini.com di kantor PSPLP Provinsi Riau, awak media diterima security kantor. Menurut security bernama Rikson Sitohang itu Yeni Mulayadi tidak berada ditempat. "Beliau lagi keluar," kata Rikson. [rudi]