Warga Ghouta Dibombardir Pasukan Pro Pemerintah

Warga Ghouta Dibombardir Pasukan Pro Pemerintah

Metroterkini.com - Warga distrik timur Ghouta merasa hanya bisa "menanti kematian," di tengah pengeboman terbesar pasukan pro-pemerintah Suriah terhadap wilayah pemberontak yang terkepung di dekat Damaskus itu. 

Setidaknya 38 orang tewas dilansir Cnnindonesia, pada Rabu (21/2). Sejak Minggu malam, sudah ada 310 orang yang kehilangan nyawa dan lebih dari 1.550 luka-luka, kata kelompok pengamat Syrian Observatory for Human Rights.

Ghouta bagian timur, distrik pertanian padat penduduk yang ada di pinggiran Damaskus, adalah area besar terakhir di sekitar ibu kota yang masih dikuasai pemberontak. Kawasan yang dihuni oleh 400 ribu orang ini telah dikepung pasukan pemerintah selama bertahun-tahun.

Eskalasi pengeboman besar-besaran, termasuk tembakan roket, artileri, serangan udara dan bom barel yang dijatuhkan dari helikopter sejak Minggu, menjadi salah satu rangkaian peristiwa paling mematikan dalam perang saudara Suriah yang sudah memasuki tahun kedelapan. 

Pemerintah Suriah dan Rusia, yang sudah mendukung Presiden Bashar al-Assad dengan kekuatan udara sejak 2015, menyatakan tidak mengincar warga sipil.

"Kami menanti kematian. Ini adalah satu-satunya hal yang bisa saya katakan," kata Bilal Abu Salah (22). Istrinya tengah hamil lima bulan di Douma, dan mereka takut teror pengeboman itu memicu kelahiran dini.

"Hampir semua orang yang tinggal di sini tinggal di penampungan sekarang. Ada lima atau enam keluarga dalam satu rumah. Tidak ada makanan, tidak ada pasar," ujarnya.

Foto-foto Reuters yang diambil di timur Ghouta, Rabu, menunjukkan warga mengais dari reruntuhan bangunan, membawa orang-orang bersimbah darah ke rumah sakit dan meringkuk di jalanan berpuing.

Peringatan serangan udara yang dikelola Pertahanan Sipil Suriah, badan penyelamat di area oposisi, berbunyi setiap beberapa menit, menandakan pesawat serbu terpantau lepas landas.

"Perkiraan waktu tiba pesawat ke bagian paling banyak dibom di timur Ghouta: ... Harasta: dua menit dari sekarang," bunyi peringatan pada 16.41 waktu setempat.

Abdullah Kahala, seorang pekerja konstruksi, tengah menyantap sarapan bersama istri dan enam anaknya ketika ledakan besar menghancurkan tembok. "Saya melihat Hala dan Sara tergeletak bersimbah darah dan ibu mereka histeris dan anak-anak kami lainnya syok di lantai," kata dia lewat pesan suara.

"Bom berjatuhan di mana-mana di sekitar rumah kami. Kami telah menghabiskan sepanjang pekan lalu menggali puing-puing di sekitar area kami dengan tangan kosong."

Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengecam pengeboman yang mengenai rumah sakit dan infrastruktur sipil lain itu, menyebutnya bisa dianggap sebagai kejahatan perang.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres meminta "penghentian segera atas seluruh aktivitas perang di timur Ghouta." Berbicara kepada Dewan Keamanan, Guterres mengatakan warga setempat tinggal di "neraka dunia." [*]

Berita Lainnya

Index