JMGR Minta Pemerintah Tindak Perusahaan Perusak Gambut

JMGR Minta Pemerintah Tindak Perusahaan Perusak Gambut

Metroterkini.com - Jaringan Masyarakat Gambut Riau (JMGR) mendesak pemeritah menindak perusahaan pelaku gambut program. Hal itu sesuai hasil kongres ke-3 JMRG yang merekomendasikan untuk dijadikan panduan dalam menjalankan lokomotif organisasi selama empat tahun kedepan.

Albadri Arif selaku stering commite kongres sekaligus sebagai Ketua Jaringan Masyarakat Gambut Sumatera (JMGR-Sumatera) yang menutup secara resmi kegiatan kongres JMGR tersebut dalam pidatonya menyampaikan "JMGR merupakan wadah perjuangan masyarakat dalam menghadapi tantangan persoalan gambut dimasa sekarang dan mendatang, saya terharu dengan keberhasilan masyarakat gambut dalam membangun organisasi masa yang solid dan berkembang seperti JMGR ini”.

Sementara itu, Isnadi Esman sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) JMGR yang kembali terpilih untuk priode 2017-2021 dalam pidato politinya menyebutkan” kongres ini menghimpun 300 orang peserta yang berasal dari 130 desa dari 25 kecamatan dan 7 kabupaten di Riau, terpilihnya saya sebagai sekjen JMGR untuk priode ini merupakan kemenangan kita semua dalam menjalankan demokrasi berorganisasi, akan semakin banyak tantangan-tantangan yang akan kita hadapi tentang persoalan gambut di Indonesia khususnya di Riau, kerjasama yang solid, kordinasi yang terpimpin akan menjadi modal kuat yang kita miliki untuk membangun organisasi masyarakat yang kuat, mandiri, bermartabat dan mensejahterakan”.

Saifulah selaku Ketua Majelis Pusat Gambut Riau (MPGR) memaparkan. “Rekomendasi JMGR yang dihasilkan untuk berbagai pemangku kebijakan diantaranya untuk pemerintah yang dalam hal ini Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Penegakan hukum terhadap perusahaan-perusahaan yang melanggar hukum dan merusak gambut, Penyelesaian konflik, Pengakuan hak di kawasan hutan, Pengakuan hak kepada masyarakat adat di wilayah gambut, percepatan dan penyederhanaan mekanisme perizinan Perhutanan Sosial di areal bergambut, pelaksanaan moratorium atau tidak boleh ada lagi pembukaan areal baru di gambut yang eksploitatif, mendorong dikeluarkannya wilayah desa dari kawasan konsesi, menggugat perusahaan penyebap kerusakan gambut dan KARHUTLA, serta melakukan pengawasan intensif terhadap perizinan HGU, HTI, Tambang, Migas digambut”.

“Kemudian merekomendasikan kepada Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/kota agar mendorong pemantapan tapal batas desa yang partisipatif, membangun sinergi antara Tim Restorasi Gambut Daerah (TRGD) dengan JMGR, mengkaji kembali tata ruang propinsi secara partisipatif berbasisi ekosistem gambut yang berpihak kepada masyarakat, mendorong percepatan perhutanan sosial dan TORA, mengalokasikan khusus APBD untuk pelaksanaan restorasi dan peningkatan perekonomian masyarakat gambut”. Lanjut Saiful

"kita merekomendasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) baik pusat, provinsi maupun kabupaten/kota agar mendesakkan fungsi budgeting yang berpihak kepada masyarakat gambut dalam kontek perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut, melahirkan adanya regulasi yang berpihak kepada masyarakat gambut, menerima, menyalurkan dan mengawal aspirasi masyarakat gambut kepada pihak yang berkewenangan secara tuntas," tegas saiful. [**]

Berita Lainnya

Index