Metroterkini.com - Dewan mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau memutuskan kontrak kerjasama dengan PT Lippo Karawaci atas pengelolaan Hotel Aryaduta. Pasalnya, PT Lippo Karawaci keberatan dengan perjanjian pembagian deviden yang telah dibuat dengan Pemprov Riau.
"Laporan yang sampai ke kita, mereka keberatan dengan adendum baru yang disepakati DPRD dengan Pemprov Riau," kata Suhardiman Amby, Sekretaris Komisi III DPRD Riau, kemarin (22/01/18).
Dalam adendum yang dimaksud menjelaskan, PT Lippo Karawaci mesti menyerahkan deviden di atas Rp200 juta per tahun atau seperti yang dilakukan selama ini. Dari hitungan pihaknya, minimal Rp2 miliar per tahun.
"Kalau pendapatan mereka Rp6 miliar per tahun, Rp2 miliar darinya untuk operasional, Rp4 miliar lagi kan bisa dibagi dua. Ini dari dulu Rp200 juta per tahun, gedung sebesar itu yang letaknya di jalan utama, dekat rumah dinas Gubernur Riau masak bisanya Rp200 juta, kan aneh tu," tegasnya.
Pemprov Riau dalam hal ini Biro Perekonomian mesti mengambil tindakan tegas, memutuskan kontrak kerjasama yang selama ini sudah terjalin sekitar 16 tahun.
"Ini jelas sebuah sikap yang tidak bisa kita terima, mereka tidak sanggup memenuhi adendum baru karena takut merugi. Hotel sudah beroperasi 16 tahun dan banyak kegiatan usaha berjalan di sana. Harusnya dalam 10 tahun saja sudah balik modal. Kalau tidak salah, kontrak mereka sampai 2025," ujarnya.
Setelah kontrak diputus, segala persoalan hukum yang selama ini berkaitan dengan pengelolaan Hotel Arya Duta, mesti ditindaklanjuti. Seperti, laporan pencurian listrik, neraca yang tidak jelas dan lainnya.
"Putuskan kontraknya dulu, setelah itu laporkan semua tindakan hukum. Nanti panggil akuntan independen, hitung semua selama 16 tahun kontrak sudah berjalan," tutupnya. [***]