Metroterkini.com -Satu keluarga di Jalan Banglas, Gang Dulia, Kecamatan Tebingtinggi, Kabupaten Kepulauan Meranti harus rela tinggal di gubuk berdinding terpal.
Mereka adalah pasangan suami isteri, Ismail (36) dan Rosnidar (35) alias Ida.
Ida mengatakan, sulitnya ekonomi dan susahnya mencari perkerjaan di Selatpanjang menyebabkan keluarga ini tidak bisa menyewa rumah yang layak huni.
"Sebelumnya suami saya bekerja sebagai kuli bangunan, terkadang ia juga bekerja sebagai kuli bongkar barang di pelabuhan. Namun, hampir sebulan ini ia menganggur karena tidak ada kerajaan. Kapal kargo juga sudah jarang masuk di pelabuhan," ujar Ida saat dikunjungi di gubuknya, Kamis (28/9/2017).
Sebelum ia mengandung anak ketiganya, ia sempat menjadi tukang cuci bagi tetangganya.
"Dulu saya masih bisa bantu suami, saat ini saya tidak bisa lagi karena harus urus anak kecil," ungkap Ida.
Bersama tiga anaknya yang masih kecil-kecil, Ida dan Ismail tinggal di gubuk yang hanya berukuran 3 x 4 meter.
Di gubuk kecil itu, Ida juga berusaha membesarkan bayinya yang baru berusia 5 bulan.
Tidak ada perabotan mewah yang dipajang digubuknya.
Hanya satu unit televisi usang terletak di ruang sempit yang Ida sebut sebagai ruang tamu untuk menghibur mereka.
Sementara, untuk menerangi gubuk miliknya, Ida mendapat aliran listrik dari kakaknya yang tinggal persis di depan gubuknya.
Sering Tidak Makan Seharian.
Namun Ida masih bersyukur, setidaknya ia tidak lagi memikirkan uang sewa.
Mereka mendapatkan belas kasihan dari si pemilik tanah untuk mendirikan gubuk di lahannya.
"Yang bangun Rumah ini kami, namun tanahnya milik orang. Kami hanya numpang tanah saja," ujar Ida yang mengaku baru tiga bulan tinggal di gubuk itu.
Ida mengungkapkan, sebelum ia pindah di gubuk terpal, mereka menyewa rumah di kampung sekitar.
Namun, Ida mengaku tidak sanggup lagi untuk membayar sewanya.
"Per bulannya kami harus menyisihkan Rp 350 ribu untuk sewa rumah. Sementara suami saya bekerja serabutan," ujar Ida sambil mengelus-elus anak keduanya yang masih berusia 4 tahun.
Ida menuturkan, saa menyewa rumah, ia dan suaminya pernah seharian tidak makan.
Padahal saat itu ia sedang menyusui bayinya, sementara dua anaknya hanya makan mie instan.
"Tak apa kami tidak makan, asal anak-anak tidak kelaparan," ungkap Ida.
Sementara beras Rakyat Sejahtera (Rastra) yang ia terima dari pemerintah tidak cukup untuk makan sebulan.
"Sekali dapat cuman 15 kilogram, sementara beras datang hanya tiga bulan sekali," ujar Ida.
Lagi-lagi ia masih bersyukur, keluarganya mendapatkan Kartu Indoenesia Sehat (KIS) dan anaknya pertamanya mendapatkan Kartu Indoenesia Pintar (KIP).
"Alhamdulilah, kalau sakit bisa berobat gratis. Anak saya yang duduk di MI kelas III juga tidak perlu lagi membayar uang sekolah," ungkap Ida.
Meski hidup serba kekurangan, namun Ida mengaku enggan meminta bantuan dari kakak kandungannya.
Selain janda, kakak kandungnya juga harus menghidupi dua anaknya dan kedua orangtuanya.
"Kakak saya hanya seorang TKI yang berkerja di Malaysia. Sudah cukup banyak yang ia tanggung, kami tidak ingin menambah beban hidupnya," ujar Ida. [ant]