Metroterkini.com - Depresi adalah gangguan mood dan kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental. Hal itu meliputi cara berpikir, berperasaan dan berperilaku seseorang. Pada umumnya mood yang secara dominan muncul adalah perasaan nggak berdaya dan kehilangan harapan. Namun ternyata tanpa mengalami hal-hal tersebut seseorang bisa juga mengalami depresi.
Depresi dapat disebabkan oleh banyak hal seperti trauma, sedih berkepanjangan, masalah keuangan hingga nggak memiliki pekerjaan. Namun faktanya, ada hal-hal yang mungkin nggak disadari yang ikut berkontribusi menyebabkan depresi. Berikut hal-hal yang bisa membuat kamu depresi:
Merokok telah lama dikaitkan dengan depresi meski belum jelas sebenarnya apa yang jadi penyebabnya. Merokok menyebabkan depresi atau depresi menyebabkan orang cenderung untuk merokok. Kendati demikian, zat yang ada dalam rokok nikotin diketahui dapat mempengaruhi aktivitas saraf dalam otak sehingga meningkatkan kadar dopamin dan serotonin yang berperan sebagai obat antidepresan.
Risikonya jika nggak merokok, tubuh akan kekurangan dopamin dan serotonin yang mengakibatkan depresi. Inilah yang menjadikan rokok bersifat adiktif. Gaya hidup nggak sehat yang satu ini memiliki sederet efek negatif pada tubuh maupun pikiran.
Sejumlah penelitian menunjukkan, merokok setiap hari dapat mengganggu keseimbaangan kimia di otak sehingga memicu depresi. Jadi, menjauhi rokok nggak hanya terhindar dari pemyakit fisik tapi juga mental.
Saat tiroid, kelenjar berbentuk kupu-kupu di dalam leher, nggak menghasilkan cukup hormon tiroid (hipotiroidisme) maka seseorang bisa mengalami depresi. Hormon ini sejatinya memiliki banyak fungsi. Namun salah satu fungsi utamanya yaitu sebagai penghantar rangsangan saraf dan mengatur kadar serotonin. Jika mengalami gejala depresi disertai sensitivitas terhadap dingin, sembelit dan kelelahan, bisa jadi kamu terkena hipotiroidisme.
Preeklamsia adalah gejala terjadinya hipertensi pada masa kehamilan. Kondisi ini tidak hanya membahayakan nyawa ibu dan janin, namun juga bisa menyebabkan gangguan tiroid di kemudian hari. Para ahli dari Amerika Serikat dan Norwegia dalam laporan yang dimuat dalam British Medical Journal (BMJ) menyarankan agar ibu hamil yang menunjukkan gejala preeklamsia untuk melakukan pemeriksaan tiroid sebagai prosedur standar seperti halnya pemeriksaan fungsi jantung dan ginjal.
Tidur merupakan kebutuhan penting bukan hanya untuk menjauhkan tubuh dari peradangan tapi juga dari depresi. Sebuah studi menemukan, orang sehat yang kurang tidur memiliki aktivitas otak lebih besar saat melihat gambar yang membuat kesal dibandingkan mereka yang ngga. Aktivitas otak yang besar saat kesal merupakan ciri dari orang yang depresi.
Direktur Center for Circadian Medicine dr Matthew Edlund mengatakan, jika nggak cukup tidur maka otak nggak memiliki waktu untuk memperbaiki sel-sel otak yang rusak sehingga mengganggu kinerja otak. Kinerja otak merupakan salah satu faktor penyebab depresi.
Sejumlah studi menunjukkan, terlalu banyak menggunakan media sosial berhubungan dengan depresi, terutama pada remaja. Hal ini terjadi lantaran kurangnya interaksi antarmanusia dalam kehidupan nyata dan cenderung untuk berpikir nggak realistis pada dunia.
Sejumlah penelitian menunjukkan terlalu banyak menghabiskan waktu di jejaring sosial berkaitan dengan depresi terutama pada remaja dan praremaja. Pecandu internet mungkin berjuang keras agar bisa berinteraksi dengan orang lain di dunia nyata dan kemampuan mereka untuk bersahabat juga kurang. Hal itu yang membuat mereka juga mungkin memiliki pandangan yang nggak realistis terhadap kehidupan di dunia. Beberapa ahli menyebutnya sebagai "depresi Facebook".
Pada studi tahun 2010, peneliti menemukan sekitar 1,2 persen orang berusia 15-51 tahun yang menghabiskan lebih banyak waktu online. Mereka ini memiliki tingkat depresi sedang sampai berat yang lebih tinggi. Namun para peneliti mencatat belum jelas apakah penggunaan internet berlebih menyebabkan depresi atau seballiknya orang yang depresi cenderung menggunakan internet lebih sering.
Penyebab Depresi
Saat sesuatu yang penting berakhir seperti renovasi rumah besar-besaran, film, bahkan tayangan televisi berakhir, orang cenderung untuk merasa depresi. Menurut asisten profesor komunikasi di Ohio University Emily Moyer Guse, orang bisa mengalami stres saat menonton tayangan karena merasakan ikatan yang kuat dalam peran yang dimainkan. Sehingga saat berakhir, mereka cenderung untuk merasa depresi.
Pada beberapa orang, depresi bisa dipicu akibat berakhirnya sesuatu yang penting termasuk film dan acara TV. Pada tahun 2009, beberapa fans film Avatar dilaporkan merasa depresi bahkan berisiko bunuh diri karena kehidupan dunia dalam film fiksi itu nggak nyata. Reaksi ini mirip dengan berakhirnya sekuel film Harry Potter Marathon.
"Saat menonton film, orang cenderung mengalami kesulitan terutama dalam hal berhubungan dengan orang lain," kata Emily Moyer Guse. Misalnya dengan film "Avatar", Emily mencurigai orang-orang bisa tersapu dalam narasi film tersebut dan melupakan kehidupan nyata serta masalah mereka sendiri.
Studi menemukan orang yang tinggal di kota memiliki tingkat stres 39 persen lebih tinggi daripada mereka yang tinggal di desa. Menurut sebuah studi, orang yang tinggal di kota memiliki aktivitas otak lebih tinggi lantaran stres yang dialami. Sehingga stres berkepanjangan akan menimbulkan depresi.
Tinggal di kota yang memiliki penduduk padat dengan persaingan yang ketat, berisiko tinggi menyebabkan depresi. Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Nature pada tahun 2011 menunjukkan hasil bahwa kota yang memiliki kesibukan padat bisa meningkatkan hormon stres penduduknya. Tingkat hormon stres yang tinggi bisa memicu munculnya penyakit kejiwaan.
Tingkat stres yang lebih tinggi bisa menyebabkan gangguan psikotik. Tingkat depresi masyarakat di tiap negara juga bervariasi. Warga di negara-negara kaya memiliki tingkat depresi lebih tinggi dari negara-negara berpenghasilan rendah. Bahkan, tingginya tingkat depresi ini juga berpengaruh pada meningkatnya risiko bunuh diri.
Saat menghadapi banyak pilihan, orang mungkin saja mengalami depresi. Dari hal sederhana seperti makanan, memilih yang terbaik dan sesuai dengan kebutuhan dapat menjadi sangat melelahkan. Terlalu banyak pilihan ternyata juga bisa menyebabkan depresi. Baik itu dalam hal pekerjaan, percintaan maupun kehidupan sehari-hari. Jika menghadapi suatu masalah, batasi pilihan kamu sehingga lebih mudah untuk memutuskan mana yang terbaik.
Menurut beberapa psikolog, banyaknya pilihan yang tersedia berupa kebutuhan makanan atau perkakas rumah tangga bukan masalah bagi pembeli yang memprioritaskan kebutuhan mereka. Tapi bagi orang yang menanggapi bervariasinya pilihan ini dengan meninjau lebih dalam guna mendapat item terbaik, hal ini bisa memicu depresi. Penelitian menunjukkan bahwa pilihan akhir seseorang terhadap suatu item terkait dengan perfeksionisme dan depresi.
Kurang asupan asam lemak omega-3 yang ditemukan dalam ikan salmon dan minyak sayur diketahui meningkatkan risiko depresi. Rendahnya asupan omega-3 asam lemak yang banyak ditemukan dalam minyak ikan, salmon, dan sayuran, mungkin terkait dengan risiko depresi yang lebih besar.
Penelitian tahun 2004 di Finlandia menemukan hubungan antara makan lebih sedikit ikan dan terjadinya depresi pada wanita tapi bukan pada pria. Asam lemak bisa mengatur neurotransmitter seperti serotonin yang berhubungan dengan depresi. Sebuah studi menemukan bahwa suplemen minyak ikan bisa membantu depresi pada orang yang mengalami bipolar disorder.
Obat penurun kolesterol seperti lipitor dan premarin untuk mengatasi gejala menopause juga bisa berefek pada depresi. Oleh karena itu, bacalah efek samping ketika kamu mengonsumsi obat yang baru diminum dan selalu konsultasikan ke dokter apakah obat tersebut bisa menyebabkan risiko depresi padamu.
"Seperti obat, pil KB juga memiliki efek samping. Kontrasepsi oral mengandung versi sintetik progesteron yang oleh beberapa studi dikatakan bisa menyebabkan depresi pada sebagian perempuan. Meskipun alasannya belum terlalu jelas," kata Dr Hilda Hutcherson, profesor klinis kebidanan dan ginekologi di Columbia University, New York.
Hal ini nggak terjadi pada semua orang tapi jika wanita memiliki riwayat depresi atau rentan terhadap depresi, mereka memiliki kesempatan peningkatan gejala depresi saat mengonsumsi pil KB. "Beberapa wanita nggak bisa mengkonsumsi pil KB maka dari itu mereka mencari kontrasepsi alternatif lain misalnya diafragma yang nggak mengandung hormon," imbuh Hutcherson. [**]