Kawal Kasus Ahok GNPF MUI Tetap Demo 2 Desember

Kawal Kasus Ahok GNPF MUI Tetap Demo 2 Desember

Metroterkini.com - Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) tetap akan melanjutkan demonstrasi 2 Desember di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, mendatang walaupun mendapat larangan dari Kapolri Jenderal Tito Karnavian.

"Jadi kami tetap melaksanakan aksi super damai 2 Desember mendatang. Mungkin salat Jumat masih bisa dibicarakan," kata Sekretaris Jenderal DPP FPI Jakarta Novel Chaidir Hasan Bamukmin dikutip CNNIndonesia, Senin (21/11).

Menurut Novel, Bundaran HI bisa ditutup saat car free day, dan hari raya tahun baru. "Namun kenapa ini kami yang belum tentu setahun sekali tak diizinkan?" kata Novel.

Novel menjelaskan, aksi mereka dilindungi oleh UUD 1945, UU Nomor 9/1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum, dan UU Nomor 39/1999 tentang HAM.

"Kalau demo kami dilarang maka menentang kami sebagai warga negara Indonesia dalam berekspresi dan menyampaikan pendapat. Ini ada apa? Aki ketiga ini komandonya ada ditangan ulama, tidak ada yang lain. Aksi ini kami juluki super damai," ujarnya.

GNPF MUI menggelar demonstrasi dengan tujuan memenjarakan calon gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Ahok telah ditetapkan polisi sebagai tersangka dugaan kasus penistaan agama, namun tak ditahan karena berbagai alasan.  

Novel menjelaskan, aksi 2 Desember tidak terlaksana jika polisi menahan Ahok. "Kapolri tidak usah pusing-pusing. Ahok ditahan, kita tidak aksi."

Kapolri Jenderal Tito Karnavian, sebelumnya, melarang demo 2 Desember 2016 yang dilakukan GNPF MUI. Berikut pernyataan lengkap Tito yang disampaikan di Lobi Gedung Utama Mabes Polri, Jalan Trunjoyo, Jakarta.

Ada sejumlah elemen melakukan penyebaran pers rilis. Akan ada kegiatan yang disebut Bela Islam Ketiga. Itu dalam bentuk gelar sajadah, Salat Jumat di Jalan MH Thamrin, Jalan Jenderal Sudirman, dan serta Bundaran HI. Kami sampaikan di sini bahwa kegiatan tersebut diatur pada Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998, penyampaian pendapat di muka umum merupakan hak kontitusi dari warga. Namun tidak bersifat absolut.

Ada empat batasan dalam Undang-undang itu yang tidak boleh. Yang pertama, tidak boleh menggannggu hak asasi orang lain, termasuk memakai jalan, kalau jalan protokol itu tidak boleh dihalangi.

Yang kedua, tidak menganggu ketertiban umum, sangat jelas bahwa itu jalan protokol. Kalau itu diblok, otomatis akan mengganggu warga yang melewati jalan itu. Ibu-ibu yang melahirkan, mau berangkat ke RSCM bisa tergangu. Yang sakit bisa terganggu, yang mau bekerja juga bisa terganggu. Sopir taksi, angkutan, dan lain-lain bisa terganggu. Disamping itu, juga bisa memacetkan Jakarta, karena di jalan protokol, hari Jumat lagi. Itu menganggu ketertiban publik. Dalam penilaian kami kepolisian, oleh karena itu maka kami akan melarang kegiatan itu. 

Melarang, kalau dilaksanakan akan kita bubarkan. Kalau tidak mau dibubarkan kita akan lakukan tindakan, ada ancaman hukuman dari Pasal 221, 212 KUHP sampai 218 KUHP. Yaitu melawan petugas. Kalau melawan satu orang 212 KUHP, melawan lebih dari tiga orang 213 KUHP, melawan sampai ada korban luka dari petugas 214 KUHP ancamannya berat, itu diatas lima tahun, tujuh tahun kalau ada korban luka dari petugas.

Oleh karena itu, Kapolda Metro akan melakukan maklumat pelarangan itu dan kemudian akan diikuti kapolda-kapolda lain yang kantong -kantong massa yang mengirim akan dikeluarkan maklumat dilarang berangkat bergabung dengan kegiatan yang melanggar undang-undang tersebut. Dan kemudian akan dilakukan tindakan

Sekali lagi, terkait kasus ini, Kasus Basuki Tjahaja Purnama sudah mendekati tahap akhir. [**]

Berita Lainnya

Index