Metroterkini.com - Anggota Dewan Pimpinan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Riau, Partai PKB Sugianto angkat bicara terkait diamankannya 1 unit truk berisi lebih kurang 40 ton yang diduga merupakan limbah cair B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) milik PT Adei Plantetion oleh Satuan (Sat) Reskrim Polisi Resor (Polres) Pelalawan pada Sabtu, (03/09/16) malam lalu.
"Kalau itu benar limbah B3 seharusnya polisi melakukan penuntutan hukum pada perusahaan, karena sampai saat ini kami percaya penuh kepada pihak kepolisian, yaitu Polres Pelalawan, karena barang penjualan limbah itu sangat langka perusahaan CPO lain saja tidak pernah terdengar melakukannya penjualan keluar pabrik, dan itu membutuhkan proses yang sangat panjang, kalau itu memang punya izin itu dari mana?," ungkap Politisi dari PKB ini melalui selulernya, Selasa (06/09/16).
Ditambahkan Sugianto, kalo masalah izin pembelian seharusnya perusahaan bisa melihat kapan sipembeli bisa ketika mereka mengeluarkan limbah B3 tersebut. "Baik itu dari Kementerian, sarana prasarana, peralatan, apakah standar itu sesuai dengan perizinan kalaupun yang sipembeli memiliki izin. Kalau tidak standar, berarti mereka juga menyalahi aturan. Apalagi pihak perusahaan sudah mengakui (limbah, red) diambil dari kolam limbah dan diolah kembali untuk dijual. Jadi tidak ada bahasa kasus ini tidak dilanjutkan," katanya.
Bukti sudah ada, pengakuan sudah ada, lanjut Sugianto. Kalau mereka harus mengelola, itu izinnya harus lengkap. Kalau tidak lengkap berarti mereka menjual secara ilegal. "Jadi sekali lagi saya katakan, tidak ada alasan Polres tidak melanjutkan kasus itu, karena jelas diakui tidak ada izin daur ulang itu. Syarat pengeluaran itukan harus jelas dari menteri," tegas Sugianto.
Hal senada juga diungkapkan Marlon S, warga Pelalawan yang mengharapkan kepada pihak kepolisian untuk dapat serius menjerat pembeli limbah perusahaan tersebut. "Kami harap, Polisi serius menjerat pembeli limbah ini, jangankan izin dari kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), surat izin angkutan saja mereka tidak punya," kata Marlon saat berbincang dengan wartawan.
Pembeli dan penjual limbah ini dapat dijerat sesuai Pasal 263 KUHP jika dokumen yang ada merupakan dokumen diduga surat Palsu, sambung Marlon. Dimana, dijelaskan Marlon, penggunaan surat palsu dalam tindak pidana pemalsuan dokumen dapat mendatangkan kerugian, mak itu pidanan atau di jerat dengan KepMen LH nomor 28 tahun 2003 tentang Pedoman Teknis Pengkajian Pemanfaatan Air Limbah dari Industri Minyak Sawit.
"Diartikan kerugian disini tidak saja meliputi kerugian materil, termasuk juga kerugian di lapangan masyarakat, kesusilaan, kehormatan, dan sebagainya. Atau di jerat dengan KepMen LH nomor 28 tahun 2003 tentang Pedoman Teknis Pengkajian Pemanfaatan Air Limbah dari Industri Minyak Sawit pada Tanah, lagipula untuk mebuktikan itu limbah atau tidak Polisi harus menguji sampel dalam mobil itu kelabor," jelasnya.
Sementara itu juga terjait limbah yang sudah mencatut nama anak Bupatim Pelalawan, Adi Sukemi ini juga mendapat perhatian serius datri mahasiswa, mereka mengatakan akan melakukan demo ke Pabrik PT. Adei Plantation, pasalnya mereka tidak senang penjualan limbah ini mengatas namakan 4 desa seperti untuk beking seperti yang dikatakan warga Sering bernama Nasir pada media.
"Saya selaku anak Pelalawan sangat kecewa pada oknum warga Sering bernama Nasir itu, sebab dia sudah mengambil uang pengamanan limbah itu lebih dari 30 juta dari Joni pengusaha limbah mengatas namakan 4 desa, selain itu nama anak Bupati kami dicatut, itu harus dijelaskan oleh perusahaan," Tukas Mahasiswa Pelalawan, Char, Rabu (7/9/16).
Pihak BLH dihubungi mengaku telah kelokasi pabrik untuk mebuktikan limbah ini, Kabid Pengawasan BLH Pelalawan, Ahtar mengaku kalau yang diangkut itu bukan limbah melainkan adalah minyak CPO kwalitas rendah hasil olahan dari kolam limbah PT. Adei Plantation, walau belum dilakukan cek kelabor apakah itu limbah B3 atau tidak, mereka sudah pastikan itu bukan limbah.
"Kalau apa yang diterangkan pihak pabrik pada kita, memang itu bukan limbah," Tukasnya.[basya]