Metroterkini.com - Mahkamah Agung China memperingatkan bahwa siapapun yang tertangkap memancing secara ilegal di perairan China dapat dijebloskan ke dalam penjara hingga satu tahun. Peringatan ini dinilai sebagai interpretasi hukum China dalam memperkuat klaimnya karena memasukkan wilayah Laut China Selatan dalam zona ekonomi eksklusifnya.
Peringatan ini dirilis pada Selasa (2/08/16) , hanya sebulan setelah keputusan pengadilan arbitrase internasional yang menyatakan bahwa China tidak memiliki klaim sejarah di perairan Laut China Selatan dan telah melanggar hak-hak kedaulatan Filipina melalui berbagai tindakannya. Keputusan ini tidak dihiraukan Beijing.
Keputusan pengadilan itu juga menyebutkan secara gamblang bahwa tak satupun terumbu karang dan pulau buatan di Kepulauan Spratly menjadikan China memiliki zona ekonomi eksklusif sepanjang 200 mil laut.
Peringatan yang dirilis Mahkamah Agung China tidak menyebutkan langsung Laut China Selatan atau putusan pengadilan yang berbasis di Den Haag, Belanda, namun menyatakan bahwa interpretasi hukum yang dibuat sesuai dengan hukum China dan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS).
"Kekuasaan pengadilan merupakan komponen penting dari kedaulatan nasional," bunyi pernyataan Mahkamah Agung China, dikutip dari cnnindonesia .
"Pengadilan Rakyat akan secara aktif melaksanakan yurisdiksi di atas wilayah perairan China, mendukung departemen administratif untuk secara hukum melakukan tugas manajemen maritim dan menjaga kedaulatan teritorial China serta kepentingan maritim," bunyi pernyataan itu.
Yurisdiksi laut yang dimaksud meliputi interpretasi untuk zona yang bersebelahan dengan negara tetangga, zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen.
Mahkamah Agung China menyebutkan bahwa siapa pun yang memasuki perairan China dan menolak pergi setelah diminta, atau siapa pun yang memasuki kembali perairan itu ketika sudah dikawal untuk pergi, atau pihak yang didenda terkait hal itu selama setahun terakhi, akan dianggap melakukan tindak kejahatan serius dan dapat dijebloskan ke penjara hingga satu tahun.
"Penjelasan ini menawarkan jaminan hukum untuk penegakan hukum perikanan laut," bunyi pernyataan Mahkamah Agung.
China mengklaim sekitar 90 persen Laut China Selatan, salah satu jalur perdagangan tersibuk dunia yang diyakini kaya minyak. Nilai perdagangan yang melewati kawasan ini mencapai US$5 triliun per tahun. Namun, klaim China tumpang-tindih dengan klaim Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan dan Vietnam dan Indonesia di perairan Natuna.
China kerap menahan nelayan, terutama dari Filipina dan Vietnam, yang menangkap ikan di perairannya. Sementara, nelayan China sendiri kerap kali tertangkap di negara lain karena melakukan penangkapan ikan ilegal.
Salah satu kasus teranyar ketika nelayan China adalah pada pertengahan Juni lalu ketika kapal nelayan China, KM Han Tan Cou, ditangkap TNI AL di zona ekonomi eksklusif Indonesia di Natuna karena terdeteksi menebar jaring di laut. [cnn]