Metroterki ni.com - Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Riau, Saut Sihombing menilai keputusan majelis hakim membebaskan Manajer Operasional PT Langgam inti Hibrindo (LIH), Frans Katihokang, dari kasus kebakaran lahan sawit milik PT LIH sudah tepat.
Dalam wancara singkat dengan Saut mengatakan tidak mungkin anggotanya ini sengaja membakar lahan sawit miliknya sendiri karena tentunya sudah mengetahui dampak dan kerugiannya.
"Saya sependapat dengan Hakim Pengadilan Negeri Pelalawan yang membebaskan PT LIH. Jaksa juga telah menyatakan tidak ada kesengajaan dari LIH dalam kebakaran dilahan perusahaan itu," kata Saut saat dihubungi media, Senin (13/6/16).
Dia menyebutkn bahwa LIH merupakan perusahaan yang telah menjalankan standar prosedur mengenai pengelolaan lahan, termasuk antisipasi adanya kebakaran lahan. Dengan sarana dan prasarana yang lengkap tersebut, tentunya unsur kelalaian dalam kebakaran hutan dan lahan itu tidak terbukti.
Menurut Saut, dengan keputusan bebas dari Pengadilan ini, Gapki Riau meminta PT LIH, sebagai anak perusahaan PT Provident Agro Tbk kembali berkontribusi terhadap perekonomian Riau. Apalagi begitu kebakaran terjadi, izin operasional PT LIH sempat dibekukan selama beberapa bulan yang menyebabkan ribuan tenaga kerjanya menganggur. Namun, pada 25 Januari 2016, Menteri LHK melalui surat keputusan No. SK39/2016.SK mencabut pembekuan izin lingkungan PT LIH tersebut.
"PT LIH kembali diberikan kepercayaan untuk kembali beroperasi. Selain itu, PT LIH tidak lagi punya beban karena Manajer Operasionalnya sudah divonis bebas. Kini saatnya LIH kembali memberikan kontribusinya bagi Masyarakat Riau," kata Saut.
Seperti diberitakan sebelumnya, Majelis Hakim PN Pelalawan yang diketuai I Gede Dewa Budhie Dharma Asmara memvonis bebas terdakwa Frans Katihokang atas kasus kebakaran hutan dan lahan 533 hektar di desa Gondai, Pelalawan, Riau, pada 27–31 Juli 2015.
Terungkap dalam sidang, Hakim Ketua I Gede Dewa menyebutkan, api berasal dari lahan di luar lahan LIH yang kemudian dengan cepat menjalar ke lahan milik PT LIH. Menurut Hakim I Gede Dewa PT LIH tidak terbukti lalai karena sudah memiliki alat sarana dan prasarana pemadaman yang lengkap.
Dalam pertimbangannya majelis hakim menyatakan, berdasarkan data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), sebelum tanggal 27 Juli 2015 di lahan LIH di Gondai tidak terdapat titik api, tapi di luar lahan LIH sudah ada titik api. Api yang berada sebelah Tenggara itu kemudian berembus ke Barat di mana lokasi kebun Gondai berada.
Fakta bahwa sumber api berasal dari luar lahan LIH terbukti dengan ditemukannya lahan disamping OL 5 milik LIH yang juga terbakar dan lokasi itu ditemukan adanya tanaman karet yang baru berumur 6 bulan. “Sidang lapangan pada 26 April 2016 membuktikan bahwa lahan diluar LIH terbakar dan ditanami karet. Dari sini sumber api berasal,” ungkap ketua majelis hakim dalam sidang di PN Pelalawan, Kamis (9/6/16).
dal sidang ini juga teru ngkap, terdakwa Frans juga tidak terbukti memerintahkan kepada karyawan untuk membuka lahan baru di Gondai. Ini sejalan dengan ketentuan Indonesian Palm Oil Pledge (IPOP), dimana sebagai anggota, LIH dilarang untuk membuka kebun sawit baru di lahan gambut, melakukan pembukaan lahan dengan pembakaran dan merusak ekosistem di sekitar kebun sawit.
Karena terikat pada ketentuan IPOP ini, LIH tidak lagi melakukan pembukaan lahan baru lagi sejak tahun 2015. Sehingga motif LIH membakar lahan untuk penanaman sawit di kebun Gondai tidak terbukti.
"Keputusan hakim untuk membebaskan Frans Katihokang sangat wajar karena didukung oleh fakta persidangan dan fakta di lapangan. Hakim telah menunjukkan independensinya dan memberikan keadilan kepada orang yang memang tidak bersalah," tegas Hendry Maulina Hendrawan, Penasehat Hukum Frans Katihokang.
Hendry menambahkan, bahwa dissenting opinion yang disampaikan hakim anggota II, Lia Amalia dalam putusan LIH sejatinya sama dengan argumentasi jaksa yaitu LIH dianggap lalai. Namun, secara faktual LIH tidak lalai, karena LIH memiliki sarana dan prasarana untuk menanggulangi kebakaran, dan semua saksi fakta menyatakan bahwa terdakwa cepat tanggap dalam memadamkan api.
Secara faktual terbukti bahwa api di lahan LIH dapat dipadamkan dalam waktu 4 hari saja. Logika hakim Lia Amalia bahwa seharusnya peralatan disiagakan di kebun Gondai adalah kurang tepat, karena pada saat itu kemungkinan terjadinya kebakaran sama di semua lokasi.
"Bicara seharusnya setelah kejadian adalah tidak adil, karena kalau misalnya semua peralatan disimpan di Gondai dan kebakaran terjadi di tempat lain maka LIH tetap saja dipersalahkan. Mengukur kelalaian haruslah menggunakan standar yang umum dan logis sebelum terjadi kebakaran, dan bukan pakai ukuran 'seharusnya' setelah terjadi kebakaran," tutur Hendry.[basya/rl]