Metroterkini.com - Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry menyelenggarakan Diskusi tentang Alaabas untuk pertama kalinya di ruang I Rektor, Kamis (18/02/16), dengan tema yang diangkat “Pemekaran Alabas Politis atau Strategis” ini di hadiri Rektor Farid Wajdi Ibrahim, Dekan FISIP dan 17 partisipan aktif, yang mewakili DPRA, akademisi Hukum dan Politik, Aktivis Partai Politik dan Aktivis KP3ALA.
Sebagi moderator Fajran Zain, dari DPRA, Kautsar dan Abdullah Saleh, akademisi hukum M. Jakfar dan Saifuddin Bantasyam, Fadli sebagai pewakilan KP3ALABAS, Taf Haikal dari Kaukus Barat Selatan, dan Nasrul Zaman Akedemisi Unmuha, dan Eka Srimuliani Akademisi Fisip UIN AR-RANIRY.
Menurut M. Jakfar, hirarki UUPA berada lebih tinggi dibandingkan dengan RPP terkait pemekaran. Sementara Mawardi Ismail, menyampaikan bahwa argumentasi pemekaran adalah solusi bagi keadilan dan kesejahteraan, maka Undang-Undang harus mengakomodir hal tersebut.
Menyambut argument tersebut, Kautsar, mewakili ketua DPRA, mengatakan, data sebaran anggaran dana otsus dan kesejahteraan di wilayah ALABAS ini dan pesisir utara-timur Aceh. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Bappeda dan World Bank, tingkat kesejahteraan di Alabas lebih baik dibandingkan pesisir utara-timur Aceh.
Sementara Fadli, juru Bicara KP3ALABAS menyampaikan isu kesejahteraan masih sangat relevan dan saya sangat menekankan bahwa pemekaran sebagai inovasi guna menjawab masalah ketidakadilan ekonomi yang disebabkan oleh jarak tempuh antara daerah dan ibukota provinsi.
“Pemekaran bisa menjadikan wilayah ini sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru yang di danai oleh pusat, bukan Pemerintah Aceh," tambahnya.
Berbeda dengan TAF Haikal dari kaukus Barat Selatan ini masalah pemekaran harus dilengkapi dengan data-data yang jelas. "Saya meminta kepada yang pro pemekaran agar lebih sering menunjukkan data-data yang relevan kepada publik dan pemerintah,” balasnya.
Kekhawatiran terkait pemekaran juga disampaikan oleh Nasrulzaman, Akademisi Unmuha, dan Abdullah Saleh, dengan catatan pemekaran ‘tidak boleh liar,’ harus mensejahterakan serta tidak menghilangkan syariat Islam.
Pada bagian penutup diskusi, Prof. Eka Srimulyani, Akademisi FISIP UIN Ar-Raniry, memberikan masukan bahwa pentingnya melakukan kajian akademis untuk memetakan persoalan “urgensitas” pemekaran Alabas.
Hal ini senada dengan pendapat Saifuddin Bantasyam, Akademisi Hukum Unsyiah. Selain itu, ia juga meminta semua pihak dalam Solution Studies Series tersebut untuk melakukan hal yang sama demi menemukan alasan yang masuk akal terkait penting tidaknya pemekaran ALABAS ini. [fahzian]