Metroterkini.com - Tahun lalu, tepatnya 20 Februari 2015, sebuah situs bernama Playpen muncul di jagat maya khusus wilayah Newington, Virginia, AS.
Berisikan lebih dari 9.000 konten visual yang merujuk ke pornografi anak, pengguna bisa mengunduh konten langsung dari situs tersebut.
Bila masih kurang, situs itu turut menyediakan tautan ke lebih dari 23 ribu gambar dan video anak di bawah umur lainnya. Namun, Playpen cuma bertahan 13 hari hingga 4 Maret 2015. Setelah itu situs tak bisa diakses.
Ternyata, Playpen tak lain dan tak bukan adalah "jebakan" FBI untuk memancing para pedofil dan mengidentifikasi kejahatan mereka, sebagaimana dilaporkan USAToday dan dihimpun KompasTekno, Senin (25/1/16)
Alhasil, ditemukan lebih dari 215 ribu netizen mendaftar sebagai anggota Playpen. Saat dalam kendali FBI, lebih dari 100 ribu pengguna mengunjungi situs pengusutan tersebut.
Dari jumlah itu, ada 1.300 pengguna yang alamat komputernya bisa dilacak. Lebih mengerucut, 137 pengguna terindikasi sebagai pelaku kejahatan seksual terhadap anak dan kini sedang diproses hukum.
Tak dibeberkan lebih detil proses identifikasi 137 tersangka. Kasus-kasus mereka pun masih menjadi rahasia untuk publik.
Kontroversial
Terlepas dari efektivitas pelacakan via Playpen, mekanisme jebakan berupa situs porno tersebut mengundang pro dan kontra dari masyarakat. Ada yang memuji, ada juga yang mencerca.
Pengacara untuk salah satu tersangka, Colin Fieman, mengatakan jebakan FBI tak akurat menjaring penjahat yang sebenarnya. Ia menuding langkah FBI justru merupakan bentuk sosialisasi kekerasan seksual pada anak-anak.
"Yang pemerintah lakukan di kasus ini sama dengan membanjiri komplek rumah dengan heroin untuk menangkap pengguna narkobal level bawah," ia menjelaskan.
Hal itu dibantah perwakilan pengacara untuk korban seksual anak-anak, James Marsh. Ia mengaku terkejut dengan langkah FBI, namun puas dengan hasilnya.
"Orang-orang yang mengunjungi situs tersebut tahu di mana mereka sampai," kata dia.
Mash menilai orang-orang yang berupaya mengakses Playpen (atau situs porno anak lainnya) cenderung akan melakukan kejahatan seksual pada anak-anak. Mereka yang tak bertendensi, kata dia, tak akan tertarik mengakses situs tersebut.
FBI pun sadar langkah identifikasi lewat Playpen tak sepenuhnya bisa dibenarkan. Tapi, mekanisme seperti itu dianggap paling efektif menjaring para kriminal.
"Tak ada jalan lain yang bisa lebih banyak mengidentifikasi para pelaku kejahatan seksual anak (kecuali dengan memancing pelaku)," kata mantan senior FBI Ron Hosko. Ia ikut merencanakan metode "jebakan" pelaku pedofil via Playpen.
Aksi kriminal FBI
Pernyataan itu ditimpali Profesor Hukum dari University of California Elizabeth Joh. Menurut dia, apa yang dilakukan pemerintah tak ubahnya aksi kriminal.
"Pada satu titik, investigasi pemerintah tak beda dengan aksi kejahatan. Ini harus dikaji lebih lanjut," kata dia.
Joh adalah profesor yang spesifik mengulas kasus-kasus investigasi mendalam. Menurut dia, sebelum menginvestigasi sebuah kasus, seyogyanya pemerintah memikirkan dampak yang lebih besar.
"Siapa yang diuntungkan dari mekanisme itu? Siapa yang memutuskan metode seperti itu paling tepat?" ia bertanya.
Hingga sekarang, metode FBI melacak para pedofil masih terus menjadi perdebatan di kalangan pengamat hukum. [kompas]