Metroterkini.com - Chatbot kecerdasan buatan (Chatbot AI) Grok buatan Elon Musk ternyata menilai sang miliuner sebagai tukang sebar informasi keliru atau hoaks terburuk di media sosial X.
Hal itu terungkap ketika salah satu pengguna, Gary Koepnick, bertanya kepada Grok mengenai siapa orang yang paling banyak menyebarkan misinformasi di X, media sosial milik Musk yang sebelumnya bernama Twitter. Ternyata, Grok memberikan jawaban mengejutkan dan tidak ragu menunjuk Musk sebagai orang yang paling sering menyebarkan misinformasi di X.
"Berdasarkan berbagai analisis, sentimen media sosial, dan laporan, Elon Musk telah diidentifikasi sebagai salah satu penyebar misinformasi yang paling signifikan di X sejak ia mengakuisisi platform tersebut," tulis Grok, mengutip Fortune, Kamis (21/11).
"Musk telah membuat banyak unggahan yang dikritik karena mempromosikan atau mendukung informasi yang salah, terutama yang berkaitan dengan peristiwa politik, pemilihan umum, masalah kesehatan seperti COVID-19, dan teori konspirasi. Dukungan atau interaksinya dengan konten dari tokoh-tokoh kontroversial atau akun yang memiliki sejarah penyebaran informasi yang salah juga berkontribusi terhadap persepsi ini," tambahnya.
Grok juga menunjukkan bahwa karena jumlah pengikut Musk yang besar dan visibilitasnya yang tinggi, setiap informasi keliru yang dia posting segera diperkuat dan mendapatkan legitimasi di antara para pengikutnya.
Hal ini, katanya, dapat memiliki konsekuensi di dunia nyata, terutama selama peristiwa penting seperti pemilihan umum.
Grok mencatat definisi misinformasi agak subjektif dan sering kali tergantung pada sikap ideologis pembaca. Dan ia menambahkan, di akhir jawabannya bahwa ada banyak aktor, bot, dan banyak lagi yang menyebarkan misinformasi.
Ironisnya, pukulan telak dari sistem AI-nya sendiri datang tak lama setelah Musk memuji sistem ini kepada para pengikutnya dalam sebuah cuitan.
"Gunakan Grok untuk mendapatkan jawaban yang didasarkan pada informasi terkini!" cuit Musk beberapa waktu lalu.
Grok sebetulnya juga dituduh menjadi alat untuk menyebarkan hoaks tentang pemungutan suara pada bulan Agustus, yang mendorong perusahaan untuk membuat perubahan pada algoritmanya.
Grok diluncurkan pada akhir 2023 lalu, saat Musk tengah berupaya mengejar OpenAI yang ia bantu ciptakan pada tahu 2015 bersama CEO-nya Sam Altman.
Beberapa tahun setelah diciptakan, Musk kemudian meninggalkan OpenAI. Namun, pada pekan lalu ia mengajukan gugatan terhadap OpenAI karena dinilai lebih mementingkan sisi keuntungan bisnis dibandingkan misi awalnya.
Di satu sisi, perusahaan seperti Meta, mendukung sistem sumber terbuka. Dalam sistem ini, peneliti dan perusahaan lain dapat mengakses cara kerja teknologi untuk mengembangkan produk.
Sementara di sisi lain, OpenAI dan Google mendukung tingkat kerahasiaan yang tinggi untuk melindungi teknologi dari pelaku kejahatan.[**]