Metroterkini.com - Pengamat politik dari Formappi, Lucius Karus, mengatakan, sejak awal publik mengawal kasus dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua DPR Setya Novanto.
Publik berharap, dengan terungkapnya kasus ini, citra DPR yang sempat terpuruk akan pulih.
Namun, publik justru kini pesimistis setelah Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) justru mempersoalkan legitimasi laporan Menteri ESDM Sudirman Said.
"Ini antiklimaks. Kepedulian publik terhadap kasus ini yang agak tinggi sekarang harus kita tahan. Pesimistis," kata Lucius dilansir Kompas, Selasa (24/11/2015).
Lucius menambahkan, seharusnya yang dipersoalkan MKD adalah laporan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Novanto. Bukan sebaliknya, MKD justru tak menggubris substansi persoalan, melainkan justru mempertanyakan legal standing.
"Persoalan legal standing ini kan dicari-cari. DPR kan yang menghasilkan peraturan itu, seharusnya mereka lebih paham atas peraturan yang mereka buat sendiri," kata dia.
"Ketika mereka menghadirkan ahli dari luar DPR, mereka sebenarnya sedang mencari celah untuk menjadikan tata beracara sebagai alat untuk melemahkan kasus ini," lanjut Lucius.
Seperti dikutip Kompas, dalam rapat MKD kemarin, menjadwalkan untuk melihat hasil verifikasi tim ahli MKD terkait bukti dari pengaduan Sudirman sekaligus menentukan apakah MKD bisa menggelar persidangan dengan alat bukti tersebut.
Namun, rapat diputuskan ditunda karena ada ketidaksepahaman di antara peserta rapat tentang barang bukti yang diserahkan Sudirman.
Dalam laporannya, pekan lalu, Sudirman menyebut ada permintaan saham kepada PT Freeport Indonesia (FI) yang akan diberikan kepada Presiden dan Wakil Presiden.
Permintaan itu disampaikan dalam pertemuan pada 8 Juni 2015 yang belakangan diketahui dilakukan antara Presiden Direktur PT FI Maroef Sjamsoeddin, Ketua DPR Setya Novanto, dan pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid.
Untuk melengkapi aduannya, Sudirman telah menyerahkan rekaman dan transkrip pembicaraan di pertemuan itu.
Menurut Ketua MKD dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Surahman Hidayat, rekaman yang diserahkan Sudirman ke MKD hanya berdurasi 11 menit dan 38 detik. Sementara itu, menurut laporan Sudirman, durasi pembicaraan sebetulnya mencapai 120 menit.
Menurut Surahman, sebagian anggota MKD juga berpendapat Sudirman tidak memiliki kedudukan hukum karena saat mengadukan kasus tersebut ke MKD tidak sebagai perseorangan, tetapi sebagai Menteri ESDM.
Untuk menyelesaikan permasalahan itu, MKD akan mengundang pakar bahasa dan hukum tata negara. Namun, dari mana pakar itu belum diputuskan. [kms]