Metroterkini.com - Pemerintah harus serius melakukan penanganan kabut asap yang secara rutin setiap tahun menyerang Provinsi Riau, hal ini penting sebab kondisi udara di Riau sudah berada pada level tidak sehat dan berbahaya.
Hal ini terlihat jelas dari Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) yang berada disamping kantor Walikota Pekanbaru dan dijalan Tuanku Tambusai. Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pekanbaru melalui satelit Terra dan Aqua juga sudah merilis, ada 134 hotspot atau titip api di Provinsi Riau yang tersebar seluruh kabupaten dan kota, tegas, Azizon Nurza, S.Pi, MM Tokoh Muda Riau saat diwawancara via telepon disela-sela keberangkatannya dari Meulaboh menuju Kualanamu Medan dan selanjutnya akan terbang ke Pekanbaru.
"Saya melihat pemerintah tidak serius menangani persoalan kabut asap di Riau, ini terbukti setiap musim kemarau masyarakat Riau harus berhadapan dengan masalah asap yang sangat mengganggu kesehatan yang ditandai dengan meningkatnya penderita ISPA yang sudah pasti akan memberikan banyak dampak kesehatan jangka panjangan pada penderitanya. Kabut asap juga menyebabkan proses pendidikan tidak bisa berjalan baik sebab sekolah harus diliburkan. Roda transportasi darat dan udara juga terhambat yang secara tidak langsung juga akan menghambat roda perekonomian," kata Azizon dalam rilisnya ke redaksi, Kamis (3/9).
Rakyat Riau dari dulu selalu dirugikan, negeri yang kaya sumberdaya alam (minyak dan gas bumi) yang menjadi penyumbang terbesar pembangunan negeri ini harus kembali mengulang deritanya. Minyak habis rakyat sekitar ladang minyak tetap miskin, kampung halaman saya di Sungai Bayam Kecamatan Sabak Auh malah hilang tinggal nama padahal disana ada puluhan pompa angguk yang menyedot hasil minyaknya. Lihatlah hutan Riau yang disulap menjadi HPHTI dan perkebunan kelapa sawit tapi apa yang tersisa untuk masyarakat Riau, berapa yang dapat pembagian KKPA dan siapa yang bekerja disana? Hutan gambut Riau dirambah dengan izin pemerintah sehingga tidak mampu menyerap air dan mati sehingga mudah terbakar dimusim kemarau. Sekarang kemana pemerintah yang harusnya bertanggungjawab terhadap dampak pembangunan yang merusak lingkungan.
Mantan Ketua SMPT Universitas Riau tahun 1996 ini menghimbau, saatnya masyarakat Riau bangkit, Riau harus merdeka, merdeka dari kemiskinan, merdeka dari kebodohan, merdeka dari ketidak berdayaan ambil bagian dalam pembangunan sebab pendidikan baru bangkit setelah sumberdaya alamnya tinggal sedikit.
"Coba lihat berapa anak Riau di Chevron, berapa anak Riau di RAPP, berapa anak Riau di IKPP, berapa anak Riau di Pertamina, jujur harus diakui tidak ada yang jumlahnya sampai 50% padahal sudah puluhan tahun bumi Riau digarap dan diserap atas nama pembangunan yang sedikitpun tidak meninggalkan remah dari Riau," tambahnya.
Lanjutnya, masyarakat Riau ibarat ayam mati dilumbung padi, negeri yang kaya ini tidak bisa mensejahterakan masyarakatnya. Tapi disisi lain ribuan orang datang dan bisa mencari makan dan memperkaya diri, ironis tapi nyata. "Harapan besar akan kebangkitan Riau, tahun 1993 saat masih di semester 2 saya pimpin organisasi Ikatan Pemuda Melayu (IPMR) yang awalnya hanya ditingkat Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP Universitas Riau, menjadi organisasi kemasyarakatan tingkat provinsi Riau dan tercatat di Kaditsospol Riau dengan nomor 114. Saat itu semua orang mencela kenapa di Riau harus ada organisasi orang Melayu dan saya jawab tegas sebab kita tidak lagi mendapat tempat dan sudah menjadi tamu dinegeri sendiri. Harapan kebangkitan Riau makin menggelora saat anak Riau akhirnya mendapat amanah memimpin negeri Lancang Kuning ini, sayangnya kita harus mengurut dada saat satu-persatu masuk bui".
"Saya mengajak semua masyarakat Riau mengobarkan kembali semangat juang untuk mendorong kembali kebangkitan Riau, kita awali dengan semangat Merdeka dari asap. Mari dari berbagai upaya kita ambil bagian menanggulangi asap dan mendorong pemerintah Riau dan pemerintah pusat untuk peduli. Presiden Jokowi harus membayar hutang bangsa ini kepada Riau dengan serius menangani asap dan kemiskinan yang ada di Riau," tegas Azizon. [**]