Diduga Selewengkan BBM Subsidi, Manager SPBUN Pambang Pesisir Diperiksa Polres

Sabtu, 06 Desember 2025 | 08:27:14 WIB

Metroterkini.com- Ishak alias Sahak manager SPBUN pengencer BBM subsidi khsusus nelayan di Parit Tiga, Desa Pambang Pesisir, dan seorang nelayan bernama Lias dimintai keterangan oleh penyidik Reskrim Polres Bengkalis, Jum'at (5/12). Keduanya dimintai keterangan terkait dugaan penyelewengan solar subsidi untuk nelayan kepada pengusaha tambak udang.

Sahak dan Lias datang ke Polres Jum'at siang dan dimintai keterangan penyidik pidana umum, Satreskrim Polres Bengkalis. Pemeriksaan terhadap Sahak untuk yang kedua kalinya, sedangkan Lias yang pertama.

Sahak dan Lias ketika dikonfirmasi usai diperiksa berusaha menghindar. Bahkan wajahnya terlihat pucat saat ditanya tentang koperasi yang mengelola SPBUN yang diduga menyelewengkan BBM subsidi, Sahak terlihat bingung.

Sahak hanya mengaku sebagai manager SPBUN bukan ketua koperasi selaku pemilik usaha BBM subsidi khusus nelayan. Hanya saja, Sahak langsung bingung saat ditanya nama ketua koperasi yang mengangkatnya sebagai manager.

"Saya hanya manager SPBUN, ketua koperasi saya tak tahu sembari memutar sepeda motor meninggalkan Mapolres.

Dari gelagat Sahak, ada sesuatu yang tidak wajar dan disembunyikan terkait bisnis BBM subsidi khsusus nelayan sebagaimana dilaporkan Hidayat alias Yati.

"Saya bukan ketua koperasi, saya manager SPBUN, tapi saya tak tahu siapa ketuanya," ujarnya berlalu.

Sedangkan terkait BBM subsidi khusus nelayan dijual kepada pengusaha tambak udang. Sahak juga tidak berkomentar. Dia hanya membantah pungutan Rp 400 ribu untuk disetorkan ke Dinas Perikanan Kabupaten Bengkalis.

"Pungutan 400 ribu tu, tak benar. Tak ada pungutan," tegasnya.

Sementara itu, Direktur Ekskutif BAK-LIPUN, Abdul Rahman Siregar, kepada awak media, Jum'at (21/11/2025) bulan lalu, mendesak Satreskrim Polres Bengkalis untuk menuntaskan proses hukum dugaan penyelewengan Solar Subsidi di SPBUN di Parit Tiga, Desa Pambang Pesisir.

Menurut Abdul Rahman, solar subsidi tersebut diperuntukkan untuk 103 kapal nelayan tangkap di sebelas desa di Pulau Bengkalis, wujud kepedulian pemerintah kepada nelayan kecil, oleh sebab itu harus betul-betul dinikmati nelayan tradisional, bukan perusahaan tambak udang.

"Apalagi Solar Subsidi itu memang diperuntukan khusus untuk nelayan, tapi malah dijual ke pengusaha Tambak Udang dengan harga Industri. Oleh sebab itu, sesuai yang dilaporkan salah satu nelayan, maka kami berharap segera diproses hukum siapapun yang terlibat," tegas Rahman.

Abdul Rahman menegaskan, menjual solar subsidi ke industri (Tambak Udang) adalah tindakan ilegal dan dapat dikenakan sanksi tegas. Hal ini karena Solar subsidi dirancang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang berhak, seperti nelayan dan pengguna jalan non-industri, bukan untuk kegiatan komersial atau produksi industri.

"Pelaku penyalahgunaan BBM subsidi harus dijerat dengan undang-undang yang berlaku, dan perusahaan industri yang ketahuan menggunakannya juga dikenakan sanksi hukum," ungkapnya lagi.

Selain itu, ungkap Rahman, penyelewengan BBM subsidi bisa menyebabkan kelangkaan di tingkat konsumen. Tindakan tersebut melanggar UU No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

Sementara itu, seorang warga mengatakan, setiap mobil tangki membawa BBM untuk SPBUN sampai, sudah antre mobil L300 membeli minyak pakai drum. Diduga mobil tersebut dari perusahaan tambak udang.

"Kalau minyak datang berderet-deret L300 diduga dari tambak udang pakai drum membeli BBM," kata seorang warga yang enggan disebutkan namanya.

Kepala Bidang Perikanan Tangkap, Dinas Perikanan Kabupaten Bengkalis, Syofian, S.Pi., yang dikonfirmasi, Rabu (19/11/2025) mengatakan, rekomendasi dari Dinas Perikanan maupun izin resmi Pertamina untuk SPBUN Parit Tiga secara tegas mengatur bahwa penyaluran BBM hanya bagi nelayan, bukan untuk aktivitas industri.

Syofian menyebut, pengecualian hanya diberikan kepada usaha penangkaran ikan skala kecil yang membutuhkan BBM untuk operasional genset. Sementara tambak udang berkapasitas besar masuk kategori industri dan seharusnya menggunakan BBM harga industri.

“SPBUN itu khusus melayani kebutuhan BBM nelayan, bukan untuk industri,” tegas Syofian saat ditemui ruang kerjanya, Kamis kemarin.

Pada kesempatan itu, ia juga membantah tudingan adanya pungutan Rp400 ribu per bulan kepada nelayan untuk melancarkan proses pengurusan rekomendasi solar subsidi.

Menurutnya, seluruh permohonan rekomendasi diajukan melalui aplikasi, bersifat gratis, dan pemohon tidak pernah bertemu langsung dengan petugas.

Sementara itu, pengelola SPBUN, Ishak alias Sahak, mengakui telah diperiksa polisi setelah dilaporkan Hidayat alias Yati terkait dugaan kecurangan penyaluran BBM. Namun ia membantah tuduhan mengurangi volume solar dalam setiap drum. “Tidak ada pengurangan, satu drum tetap 200 liter,” ujarnya singkat melalui telepon.

Meski begitu, Sahak enggan menjawab ketika dikonfirmasi mengenai dugaan penjualan solar subsidi kepada pengusaha tambak udang. Ia beralasan sedang mengurus anaknya yang sakit.

Diketahui, laporan yang diajukan Yati ke aparat penegak hukum berawal dari dugaan bahwa nelayan kerap menerima drum solar dengan isi kurang dari 200 liter, bahkan kadang hanya 195 liter. Ada pula dugaan sebagian jatah nelayan dialihkan ke industri tambak udang dengan harga lebih tinggi.

Yati menjadi nelayan pertama yang berani melapor setelah upaya mediasi dengan Sahak tidak membuahkan hasil.

Kasat Reskrim Polres Bengkalis, Iptu Yohn Mabel, saat dikonfirmasi, membenarkan laporan tersebut. “Masih lidik perkaranya, Bang,” ujarnya melalui pesan singkat. (Rudi)

Terkini