Metroterkini.com - Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Roy Suryo, mengatakan dirinya akan melaporkan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas ke Polda Metro Jaya, pada Kamis (24/2/2022). Roy akan melapor terkait dugaan penistaan agama atas pernyataan Menag Yaqut terkait toa masjid yang seolah dibandingkan dengan anjing yang menggonggong.
"Hari ini KRMT Roy Suryo bersama Kongres Pemuda Indonesia akan membuat Laporan Polisi terhadap YCQ yang diduga membandingkan suara Adzan dengan Gonggongan Anjing," ujar Roy dalam keterangan resminya, Kamis (24/2/2022).
Roy menilai, pernyataan Menag Yaqut diduga telah melanggar Pasal 28 Ayat (2) Jo Pasal 45 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ia melanjutkan, Menag Yaqut dapat dijerat Pasal 156a KUHP tentang Penistaan Agama.
Pada pelaporan tersebut, Roy juga mengaku akan menyertakan bukti-bukti berupa rekaman audio, visual statement Menag Yaqut, dan pemberitaan dari berbagai media terkait dugaan penistaan agama itu.
"Insya Allah siang nanti jam 15.00 WIB kami akan membuat laporan di Polda Metro Jaya terhadap saudara YCQ denga bukti-bukti rekaman audio-visual statement-nya dan pemberitaan media-media," kata Roy dalam akun Twitternya @KRMTRoySuryo2.
Sebelumnya, viral di media sosial penyataan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas saat wawancaranya dengan media di Pekanbaru, Riau, terkait toa masjid yang dibandingkan dengan anjing yang menggonggong.
Hal ini sebagaimana respons atas terbitnya aturan Surat Edaran (SE) No 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
"Sederhana lagi tetangga kita kalau kita hidup di dalam kompleks misalnya kiri, kanan depan, belakang pelihara anjing semua misalnya menggonggong dalam waktu bersamaan kita ini terganggu tidak? Artinya apa suara-suara ini apapun suara itu ini harus kita atur supaya tidak menjadi gangguan," ucap Menag.
Ia mengaku tidak melarang penggunaan pengeras suara baik di masjid maupun di musala. Namun, ia meminta agar diatur penggunaannya maksimal 100 db (desibel) baik sebelum maupun sesudah azan.
"Agar niat menggunakan toa atau speaker sebagai sarana atau wasilah melakukan syiar tetap bisa dilaksanakan. Tanpa harus mengganggu mereka mungkin tidak sama dengan keyakinan kita," ujar dia.
Dengan demikian kata Menag diterbitkannya aturan ini, selain untuk menghargai perbedaan keyakinan di Indonesia, juga dapat mengurangi kebisingan pengeras suara masjid ataupun musala yang tidak serempak.
"Bagaimana suara itu tidak diatur pasti mengganggu, apalagi kalau banyak di sekitar kita kita diam di suatu tempat. Kemudian misalnya ada truk kiri kanan depan belakang mereka menyalakan mesin bersama-sama pasti kita terganggu," ucapnya. [**]