Metroterkini.com - Beragam reaksi soal putusan banding yang meringankan terpidana narkotika sabu jaringan internasional seberat 402 kilogram di Kabupaten Sukabumi terus mengalir. Kali ini muncul dari salah satu ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerindra Heri Gunawan.
Heri yang juga seorang legislator senayan yang berangkat dari dapil Jawa Barat IV (Kota dan Kabupaten Sukabumi) itu menyayangkan keputusan hakim yang tiba-tiba berubah ditingkat banding kepada 10 orang terpidana yang sebelumnya mendapat vonis mati di Pengadilan Negeri (PN) Cibadak.
"Terkait vonis hasil banding, saya sangat penasaran terkait perubahan putusan Pengadilan Tinggi (PT) Bandung ini apa alasan perubahan (vonis) itu. Saat ini pemerintah mengatakan darurat narkoba lalu ada BNN, kemudian Satgas Merah Putih, yang kami harapkan ada langkah sinergis antara penegak hukum satu dengan yang lain, ini kelihatannya tidak sinergis. Kepolisian bekerja, Satgas Merahputih bekerja, kejaksaan bekerja, BNN bekerja, tapi kalau hakim memutus seperti itu tentunya jadi preseden buruk," ungkap Heri kepada detikcom melalui sambungan telepon, Minggu (27/6/2021).
Heri juga mengomentari kondisi para terpidana narkotika dalam kasus tersebut yang dianggap memiliki profesi atau latar belakang nelayan dan petani.
"Penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang ini bukan masalah dia orang tidak mampu atau orang mampu bukan berbicara petani atau nelayan tetapi ini berbicara tentang extra ordinary crime kejahatan luar bisasa yang merusak masa depan bangsa begitu khususnya untuk generasi muda kita," ujar Heri.
"Jangan lupa, kunci utama pemberantasan narkoba adalah dengan menindak tegas pelakunya, mulai dari pengedar, bandar hingga pengguna dengan memberikan vonis maksimal kepada para pelaku. Nah terkait kasus di Sukabumi ini kan sudah diputusan oleh PN Cibadak vonis mati karena jumlahnya yang cukup fantastis 402 kilo dan para terpidana ini memang masuk kedalam jaringan internasional," kata dia.
Heri mengaku akan terus menyoroti perjalanan kasus tersebut dan meminta pihak kejaksaan untuk melakukan upaya kasasi terhadap hasil banding yang kemudian meloloskan vonis mati para pelaku. Persoalan narkotika menurutnya adalah persoalan kemanusiaan.
"Ini enggak main-main, 402 kilogram kalau dirupiahkan ratusan milyar. Diungkap oleh Satgasus Merah Putih di Sukabumi, daerah yang merupakan Dapil saya kalau kita tidak perduli dengan Sukabumi siapa lagi yang peduli dengan sukabumi. Hal ini tentunya menjadi catatan akan kami bawa dalam rapat fraksi kami, begitupun dengan kawan-kawan di Komisi III nanti akan kami bicarakan. Demikian juga kepada Hakim Agung, Mahkamah Agung kami akan berikan tembusan," ujar Heri.
Diberitakan sebelumnya, penyelundupan sabu 402 kg ke Indonesia melalui Sukabumi, Jabar, digagalkan Satgas Merah Putih pada 3 Juni 2020. Narkotika golongan I senilai Rp 400 miliar lebih itu diselundupkan jaringan internasional dengan dikemas mirip bola. Sebanyak 14 warga Iran, Pakistan dan Indonesia dibekuk.
Warga Iran yakni Hossein Salari Rashid, Mahmoud Salari Rashid dan Atefeh Nohtani. Kemudian WNA asal Pakistan adalah Samiullah. Sementara pelaku warga Indonesia yaitu Amu Sukawi, Yondi Caesar Yanto, Moh Iqbal Solehudin, Risris Rismanto, Yunan Citivaga, Basuki Kosasih, Illan, Sukendar, Nandar Hidayat dan Risma Ismayanti.
Pengadilan Negeri (PN) Cibadak memvonis 13 terdakwa dengan hukuman mati. Hanya Risma Ismayanti yang divonis 5 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan.
Banding yang diajukan kuasa hukum para terdakwa ke PT Bandung meloloskan 6 terpidana dari hukuman mati. Illan, Basuki Kosasih dan Sukendar masing-masing dihukum 15 tahun penjara. Sedangkan Nandar Hidayat, Risris Risnandar dan Yunan Citivaga divonis 18 tahun penjara. [**]