Sidang Korupsi Bappeda Siak, Bendahara Sudutkan Yan Prana

Selasa, 01 Juni 2021 | 12:39:59 WIB

Metroterkini.com - Sidang perkara dugaan korupsi pemotongan anggaran perjalanan dinas di Bappeda Kabupaten Siak tahun anggaran 2013-2017 dengan terdakwa mantan Kepala Bappeda H. Yan Prana Jaya Indra Rasyid Bin Mohamad Rasyid Zein kembali digelar di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Senin (31/5/21), dengan agenda mendengarkan keterangan saksi.

Dalam sidang yang dipimpin Ketua Mejelis Hakim, Lilin Herlina itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU), Hendri Junaidi dkk dari Kejaksaan Tinggi Riau, dan Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri Siak, Hayatu Coman, menghadirkan 8 orang saksi. Yakni, Said Khairuddin ( pemilik toko buku Berkat), Candra (pemilik toko roti MG), Suhartini (staf administrasi), Damas Khan (staf administrasi), Budiman, ST (staf administrasi), Eka Susanti, S.Sos, Donna Fitria, bendahara pengeluaran 2014-2015, dan Ade Kusendang bendahara pengeluaran 2015-2017. 

Sementara terdakwa Yan Prana mantan Kepala Bappeda Siak 2012-2017, itu didampingi pengacara, Denny A Latief SH, Alhendri Tandjung, SH, MH, Ilhamdi Taufik, SH, MH.

Total realisasi anggaran perjalanan dinas di Kantor Bappeda Kabupaten Siak tahun anggaran 2013 sampai dengan tahun anggaran 2017 sebesar Rp15.658.110.350,-.

Dua orang bendahara pengeluaran, Donna Fitria bendahara pengeluaran tahun 2014-2015 (tersangka dalam perkara ini berkas terpisah), dan Ade Kusendang bendahara pengeluaran 2015 sampai sekarang, menyudutkan mantan Kepala Bappeda, Yan Prana.

Baik Donna maupun Ade kompak mengatakan, pemotongan anggaran perjalanan dinas 10 persen atas perintah terdakwa. Praktek pemotongan anggaran perjalanan dinas 10 persen itu dimulai taun 2013 sampai 2017. Uangnya dipegang bendahara, dan akan diberikan kepada Yan Prana setiap diperlukan.

Donna mengaku dia pernah menyerahkan uang hasil pemotongan anggaran perjalanan dinas kepada Yan Prana Rp 400 juta. Selain itu, baik Donna maupun Ade juga menyetorkan sisa belanja ATK, makan, sarapan dan minum kepada terdakwa.

"Saya menyetorkan semuanya buk hakim, termasuk sisa belanja ATK," kata Donna Fitria.

"Saudara dapat berapa?, tanya hakim. "Tidak ada yang mulia," jawab Donna Fitria.

Sementara saksi Ade Kusendang bendahara pengeluaran Bappeda 2015- sampai saat ini masih menjabat, dalam keterangannya mengatakan, pemotongan anggaran perjalanan dinas 10 persen oleh bendahara pengeluaran dilakukan sejak tahun anggaran 2013. "Sebelumnya tidak ada," ujarnya.

Ade Kusendang yang diangkat menjadi PNS tahun 2007 itu lebih jauh mengatakan, pada Januari 2014 ada rapat lingkungan Bappeda yang dipimpin terdakwa Yan Prana`. Selain membahas pekerjaan kantor, juga tentang pemotongan anggaran perjalanan dinas 10 persen. Alasan terdakwa untuk membiayai kegiatan yang tidak dianggarkan di APBD, seperti MTQ dan halal bihalal.

Dari sekian banyak pegawai Bappeda yang hadir termasuk Donna dan Ade, ada pegawai yang tidak setuju uang perjalanan dinasnya dipotong 10 persen. Namun, keberatan tersebut tak merubah keputusan.

April 2015, Ade Kusendang diangkat sebagai bendahara pengeluaran. Uang pemotongan anggaran perjalanan dinas 10 persen sudah tak ada. Untuk pemotongan bulan berikut, Ade mengaku menolak memegang. Untuk itu, saksi menghadap terdakwa diruangannya. Terdakwa memerintahkan agar pemotongan perjalanan dinas 10 persen tetap dilakukan dan uangnya dipegang saksi selaku bendahara. 

Sebagaimana Donna Fitria, Ade Kusendang selaku bendahara juga menyetorkan uang hasil pemotongan 10 persen itu kepada terdakwa. Jika saksi berhalangan uang tersebut dititipkan kepada saksi Eka Susanti untuk diberikan kepada terdakwa.

"Uang pemotongan anggaran perjalanan dinas 10 persen yang saya pegang, kapan saja diminta saya berikan. Sekali minta sampai Rp 20 juta. Bahkan pernah terdakwa datang ke ruangan bendahara meminta uang," kata Ade.

Setoran pemotongan anggaran perjalanan dinas 10 persen dilakukan Ade dari 2015 sampai September 2017. Sedangkan Oktober sampai Desember hasil pemotongan anggaran perjalanan dinas 10 persen dijadikan kas koperasi pegawai Bappeda.

Selain itu, Donna dan Ade juga mengeluar anggaran untuk kebutuhan ATK, makan, sarapan dan minum. Diduga anggaran untuk urusan perut (makan minum) yang dikelola Eka Susanti dan ATK oleh Erita diduga di-mark up. Sebab, keterangan Ade Kusendang dipersidangan terkait harga nasi bungkus perbedaan keterangan saksi Eka Susanti.

Menurut Ade pihaknya mengeluarkan untuk beli nasi Rp 15 ribu/bungkus. Sementara menurut Eka yang membeli nasi di rumah makan Yuni milik kakak kandungnya, harganya Rp 17 ribu/bungkus. 

Dalam belanja nasi, makan minum serta ATK, saksi Eka Susanti maupun Erita selalu meminta faktur kosong atas perintah bendahara pengeluaran. Alasannya untuk membuat faktur pajak.

Sementara saksi Said toko buku Berkat dan Candra pemilik toko roti MG mengakui, selain faktur yang sudah diisi sesuai belanja, baik Eka Susanti maupun Erita meminta faktur kosong.

Sedangkan saksi Suhartini dan Damas Khan keduanya staf administrasi kemudian menginput semua data pengeluaran, seperti pengeluaran anggaran perjalanan dinas, pembelian makan, minum dan ATK. Selaku staf yang sehari-hari selalu di kantor, kedua ditanya oleh terdakwa Yan Prana tentang keterangan saksi Ade Kusendang, dimana terdakwa datang ke ruangan bendahara meminta uang.

"Buk hakim, saya mau bertanya kepada saksi Suhartini dan Damas Khan. Sepengetahuan saya, kedua saksi ahli dalam meng-input data yang diberikan bendahara pengeluaran. Ruang kerja keduanya berada di ruangan bendahara".

"Apakah Suhartini dan Damas Khan pernah melihat saya datang ke ruangan bendahara meminta uang," tanya terdakwa. "Tidak pernah," jawab Suhartini dan Damas Khan berbarengan.

Usai mendengarkan keterangan para saksi, majelis hakim yang diketuai Lilin Herlina menunda sidang dan akan dilanjutkan Senin Minggu depan dengan agenda masih keterangan. [rudi]

Terkini