Metroterkini.com - Polrestabes Medan menangkap 14 mahasiswa yang melakukan aksi unjuk rasa peringatan May Day atau Hari Buruh Internasional di Medan pada Sabtu (1/5/2021).
Polisi menangkap para mahasiswa karena dinilai mengganggu ketertiban umum seperti menutup jalan dalam kegiatan tak berizin. Polisi juga mendapati mereka yang ditangkap membawa bahan bakar minyak (BBM).
"Mereka mengganggu ketertiban umum, tidak ada izin, menutup jalan, membawa BBM (pertalite). Sebagian sudah dipulangkan, sebagian lagi masih pemeriksaan pendalaman karena positif menggunakan narkoba," ujar Kapolrestabes Medan, Kombes Pol Riko Sunarko kepada CNNIndonesia.com.
Kadiv Sipil Politik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Maswan Tambak mengatakan dari ke-14 orang yang ditangkap, 9 mahasiswa akhirnya dilepaskan pada Minggu (2/5/2021).
"Dari 14 yang ditangkap, 9 orang sudah keluar. Kemudian 2 mahasiswa lagi, kita masih menunggu penjamin dari pihak kampus. Sementara 3 mahasiswa lainnya prosesnya lanjut karena menurut penyidik urinenya positif narkoba," kata Maswan yang mendampingi korban.
Menurut Maswan, ke-14 mahasiswa itu berasal dari Universitas Sumatera utara (USU), Universitas Negeri Medan (UNIMED), Universitas Medan Area (UMA) dan Universitas HKBP Nommensen Medan. Namun hingga kini, Maswan mengaku polisi belum menjelaskan alasan penangkapan itu.
"Sampai sekarang saya juga tidak tahu apa alasan penangkapan itu. Saya sudah tanya langsung ke penyidik di Polrestabes Medan tapi mereka juga tidak menanggapi," sebutnya.
Maswan menambahkan para mahasiswa ditangkap saat melakukan long march di Jalan Juanda Medan. Dalam tuntutannya, belasan orang peserta aksi yang mengatasnamakan Aliansi Rakyat Melawan Hancurkan Tirani itu menuntut agar UU Nomor 21 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dibatalkan.
"Kawan-kawan mahasiswa ini meminta agar UU Cipta Kerja dibatalkan karena banyak merugikan masyarakat. Mereka hanya menyampaikan aspirasinya saja dan tidak ada chaos. Tiba tiba saja mereka langsung ditangkap polisi," pungkasnya.
Tak hanya diwarnai dengan penangkapan, massa aksi lainnya dari Aliansi Akumulasi Kemarahan Buruh dan Rakyat (AKBAR) Sumut di Kota Medan juga diduga mendapatkan intimidasi dari oknum aparat. Aksi yang awalnya direncanakan digelar di Tugu Titik Nol Kota Medan itu harus bergeser ke Bundaran Jalan Gatot Subroto.
"Ada polisi yang kemudian merekam massa dengan mendekatkan ponselnya ke wajah massa perempuan. Ini sungguh tidak etis, dan kami anggap ancaman. Tindakan oknum kepolisian ini tidak boleh diwajarkan," ujar Founder Perempuan Hari Ini (PHI), Lusty Ro Manna Malau.
Intimidasi ini terjadi saat massa yang mayoritas perempuan berkumpul untuk menunggu yang lainnya datang. Bahkan kata Lusty, tindakan intimidasi itu juga mengarah pada pelecehan seksual.
"Ada beberapa massa perempuan juga digodain, main mata juga samaku, kemudian ada yang mengeluarkan lidah. Ini adalah bentuk pelecehan kepada kami. Massa perempuan juga mendapat kata-kata seksis dari sejumlah oknum," ucapnya.
Tak hanya itu, massa aksi juga dihadapkan dengan kendaraan taktis seperti water cannon, mobil pengurai massa dan truk tim pemburu preman. Meski terus mendapat tekanan, massa tetap melanjutkan unjuk rasa. Mereka berorasi di depan barisan kendaraan taktis.
Merespons dugaan intimidasi dan pelecehan seksual yang dialami massa perempuan dari AKBAR Sumut, Kombes Pol Riko Sunarko membantahnya.
"Semua (aksi) pasti difoto dan didokumentasikan. Yang beredar dan saya terima dari masyarakat adalah foto seorang perempuan memakai hijab melakukan orasi di bulan Ramadan tapi sambil memegang rokok, jalan di jalan raya sambil merokok," kata Riko. [**]