Caci Maki Moeldoko, Muhammad Basmi Ditangkap Polisi

Senin, 19 Oktober 2020 | 08:56:52 WIB

Metroterkini.com - Posting-an Muhammad Basmi yang diduga bermuatan hinaan kepada Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, berujung penangkapan oleh polisi. Basmi diduga telah melanggar UU ITE.

Informasi mengenai penangkapan ini awalnya dibenarkan oleh Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo, Minggu (18/10/2020). Basmi ditangkap di kawasan Koja Jakarta Utara, pukul 05.10 WIB.

"Benar," kata Listyo.

Dalam unggahannya di Facebook, Basmi mem-posting link berita sambil menuliskan hinaan ke Moeldoko. Begini posting-an Bahmi.

"SOUNDNICE ITU MENIPU CONSCIOUSNESS. A*** Ku*** MOELDOKO hanya kumpulan Mantan Jendral bermentalitas sebagai KOMPRADOR dan KOLABORATOR ASING. Salam MUHAMMAD FB (BEN)," demikian bunyi posting-an Basmi.

Atas dasar itu, tim Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri melakukan penangkapan terhadap Basmi. Basmi dijerat dengan tindak pidana Ujaran kebencian (SARA) Pasal 28 ayat 2 UU ITE, dan atau penghinaan Pasal 207 KUHP.

"Pemilik akun Facebook Muhammad Basmi melakukan penghinaan terhadap Moeldoko dan Polisi," ujar Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Slamet Uliandi.

Basmi selanjutnya dibawa ke Bareskrim untuk menjalani pemeriksaan. Barang bukti yang diamankan antara lain satu unit HP, satu SIM card, dan satu akun Facebook Muhammad Basmi.

Posting-an diduga bermuatan hinaan itu rupanya bukan yang pertama. Polisi menyebut Basmi sudah beberapa kali mengunggah posting-an serupa.

"Ini bukan yang pertama kali dilakukan oleh yang bersangkutan. Yang bersangkutan sudah beberapa kali melakukan postingan serupa di akun Facebooknya," ujar Slamet.

Basmi diketahui sempat mengunggah tulisan terkait 'Joko Vidodo'. Menurut dia, sudah banyak masyarakat yang tidak percaya dengan 'Joko Vidodo'.

Selain itu, Basmi juga sempat mengomentari video wawancara Menaker Ida Fauziyah yang dianggap menggiring sehingga substansi pertanyaan menjadi abu-abu. Basmi juga menyinggung mentalitas menteri Presiden Jokowi sebagai kacung global.

Tanggapan kemudian datang dari pihak KSP. Tenaga Ahli Utama KSP Ade Irfan Pulungan mengingatkan media sosial jangan menjadi sarana untuk mencaci maki.

"Kita sebagai warga negara, kita harus mematuhi hukum dan menghormati media sosial ini jangan jadikan sebagai tempat untuk mencaci maki, nggak boleh menghina. Media sosial ini harus dijadikan sebagai tempat pemahaman yang baik, edukasi yang baik, memberikan edukasi untuk lebih terarah dan mendapatkan nilai positif. Jangan sampai media sosial ini menjadi ruang caci maki, harus dieskpresikan untuk nilai positif," kata Ade.

Ade mengatakan aturan memang harus ditegakkan jika ada seseorang yang melakukan tindak pidana. Menurut dia, aturan harus diterapkan secara objektif.

"Karena regulasi aturan yang mengatur seperti itu kan. Kita bukan bicara subjektivitas tapi objektivitas sebuah peraturan harus dilakukan kalau memenuhi unsur tindakan kriminal atau pidana, bukan persoalan dia pejabat negara atau siapa, nggak lah," ujar Ade.

Sementara itu, pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Hermawan Sulistyo mengingatkan kebebasan berpendapat dalam demokrasi ada batasannya.

"Ada keteraturan sosial, ketertiban publik, ketertiban publik yang harus dijaga. Indonesia itu menurut saya negara paling bebas di dunia. Di Singapura, di Malaysia, jangan mimpi bisa seperti di Indonesia. Di Jepang, tidak ada yang seenak-enaknya," kata Hermawan kepada wartawan, Minggu (18/10).

Hermawan mengatakan di negara-negara maju, demokrasi diterapkan namun bukan berarti seorang warga bebas berucap seenaknya.

"Coba lihat penegak hukum di negara maju. Ambil contoh di Jepang, di negara-negara demokrasi lainnya tidak ada yang sebebas Indonesia. Di Indonesia orang memaki-maki boleh, ngatain apa saja nggak ada kontrol, yang bau SARA dan sebagainya. Kalau di negara-negara maju malah nggak boleh seperti itu," jelas Hermawan.

Menurut Hermawan, penggunaan media sosial di Indonesia tergolong bebas. Tindakan kepolisian, lanjut Hermawan, diperlukan untuk menjaga keteraturan sosial.

"Sosmed yang kaya kita ini hanya ada di Indonesia, nggak ada di negara lain sosmed seenak-enaknya, secara personal memaki-maki gitu. Kalau penegakan hukum itu dibilang represif, orang (yang menyebut penegak hukum represif) itu nggak pernah pakai internet lihat kehidupan di luar negeri," tutur Hermawan.

"Tindakan polisi ini untuk menertibkan, menjaga keteraturan sosial. Demokrasi itu ada batasan-batasannya, dan jauh lebih ketat batasannya kalau di negara-negara maju. Sosmed itu kalau digunakan untuk hal-hal negatif, (pemilik akun sosmed) bisa ditangkap," tutup Hermawan. [**]

Terkini