Metroterkini.com - Pembunuhan terhadap oknum aktivis/wartawan Maraden Sianipar dan Maringin P Siregar alias Sanjai yang diduga dilakukan oleh karyawan PT.SAB (Sei Ali Berombang) atau KSU AMELIA oleh lima orang pelaku pada 29 Oktober 2019 sudah berhasil diringkus oleh Polda Sumut dan kasusnya sudah masuk tahap persidangan di PN Rantau Prapat.
"Kejadian ini membuat saya sedih, sampai saat ini saya masih merasakan kesedihan itu," kata Jusbinaraya br. Simamora istri almarhum Maraden Sianipar yang merenungi nasib hidup keluarga yang masih harus menanggung hidup anak-anaknya.
"Almarhumlah yang selama ini mencari nafkah untuk keluarga kami. Bagaimanalah nanti nasib anak-anak ku ini?" ucapnya, Kamis (28/5/2020) dengan wajah sedih meneteskan air mata.
Jusbinaraya br. Simamora terus mempertanyakan siapa Ootak pelaku pembunuhan terhadap suamiku, sampai anak-anakku kehilangan bapaknya, dimana letak keadilan hukum di negara ini. "Saya merasa ada kejanggalan selama persidangan berjalan di Pengadilan Negeri Rantau Prapat. Keadilan itu seakan benar menjadi milik pengusaha yang menjadi penguasa,” ujarnya.
"Yang disebut otak pelaku pembunuhan suami saya tidak ada muncul dalam persidangan beberapakali mengikuti persidangan di Pengadilan Negeri Rantau Prapat. Wajarkah saya mendapatkan keadilan hukum," ucapnya Jusbinaraya Br. Simamora.
"Saya rasa kalau bukan karena uang atau otak dari pelaku utama pemilik perusahaan perkebunan itu mungkin suamiku sampai sekarang masih hidup dan bisa memberikan nafkah dan kasih sayangnya pada anak-anak kami," ujar Jusbinaraya.
Humas Pengadilan Negeri Rantau Prapat Kabupaten Labuhanbatu Provinsi Sumatera Utara, Deni Albar, SH saat ditemui di PN Rantau Prapat mengatakan kepada media, sampai saat ini persidangan masih berjalan tahap pemeriksaan saksi saksi. Nama Wibharry Padmoasmolo ada di dalam berkas perkara sebagai saksi. Karena beliau keluar kota tidak bisa pulang situasi pandemik Covid-19 dan tidak dapat hadir di Persidangan, maka sidangnya secara elektronik atau E-court.
Secara terpisah, saat Polda Sumatera Utara dalam konfrensi pers pada Jumat (8/11/19) lalu di Mapolda sumut, para eksekutor menghabisi nyawa kedua aktivis tersebut karena dendam terkait konflik lahan perkebunan kelapa sawit di desa Wonosari, Kecamatan Panai Hilir Kabupaten Labuhanbatu.
Para eksekutor dibayar Rp 40 juta oleh otak pelaku (melalui orang suruhan pemilik kebun) untuk menghabisi kedua aktivis. [Albert Hutagaol]