Eri Jack: Saya Dikenakan Pasal Penghinaan Presiden

Kamis, 21 Februari 2019 | 17:06:17 WIB

Metroterkini.com - Metroterkini.com - Eri Khusnadi alias Eri Jack Bin Jais, narapidana seumur hidup perkara Narkotika yang saat ini mendekam di Lapas Klas IIA Bengkalis, Rabu (16/2/19) sore menjalani sidang perdana perkara dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Pengadilan Negari Bengkalis dengan agenda pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut, Aci Jaya Saputra dari Kejaksaan Negeri Bengkalis.

Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Dame P Pandiangan dengan hakim anggota Annisa Sitawati dan Rizki, itu awalnya berjalan tenang. Namun, usai pembacaan dakwaan, terdakwa Eri Jack langsung protes, karena dalam pelimpahan berkas ke pengadilan, jaksa penuntut menerapkan Pasal 137 jo 152 KUHP yang berisi tentang penghinaan terhadap presiden dan pemilihan umum, seharusnya Pasal 137 jo 152 KUHAP.

"Perkara saya TPPU, kok dikenakan Pasal 137 dan Pasal 152 KUHP, itu (Pasal 137) kan penghinaan terhadap presiden. Sedangkan Pasal 152 kan masalah pemilu," protes Eri Jack usai mendengarkan dakwaan jaksa penuntut. 

Bahkan, ketika Ketua Majelis Hakim, Dame P Pandiangan menayakan apakah terdakwa mengerti dengan surat dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut, Eri Jack terlihat bingung. 

"Saya tak mengerti buk, hakim. Perkara saya perkara TPPU, bukan penghinaan presiden dan pemilu," tegas Eri Jack dengan wajah tegang.

Majelis hakim kemudian meminta Eri Jack dan kuasa hukumnya Farizal, SH, memasukan keberatan tersebut dalam eksepsi.

"Nanti keberatan saudara masukan dalam eksepsi saja," kata Dame P Pandiangan.

Usai pembacaan dakwaan majelis hakim menunda sidang dan akan dilanjutkan minggu depan. 

Jaksa Penutut, Aci Jaya Saputra usai sidang mengatakan, kesalahn Pasal tersebut terdapat dalam pelimpahan berkas ke pengadilan, bukan dalam dakwaan. 

"Dalam dakwaannya tetap (Pasal 3 jo Pasal 4 UU No. 8 Tahun 2010)," kata Aci.

Sementara kuasa hukum terdakwa, Farizal, SH, menyayangkan terjadinya kesalahan penerapan pasal dalam pelimpahan berkas. 

"Seharusnya Pasal 137 jo 152 KUHAP, bukan KUHP. Sebab, berkar tersebut adalah fakta otentik," kata alumni Bung Hatta itu. 

Berikut perbedaan Pasal yang menjadi keberatan Eri Jack

Pasal 137 KUHP: barang siapa menyiarkan, mempertunjukan, atau menempelkan di muka umum tulisan atau lukisan yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau wakil Presiden dengan maksud supaya isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun emat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Pasal 152 KUHP: Barang siapa pada waktu diadakan pemilihan berdasarkan aturan-aturan umum dengan sengaja menggalkan pemungutan suara yang telah diadakan atau mengadakan tipu muslihat yang menyebabkan putusan pemungutan suara itu lain dari yang seharusnya diperoleh berdasarkan kartu-kartu pemungutan suara yang masuk secara sah atau berdasarkan suara-suara yang dikelarkan secara sah, dancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun.

Pasal 137 KUHAP: Penuntut umum berwenang melakukan penuntutan terhadap siapa pun yang didakwa melakukan suatu tindak pidana dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara ke pengadilan yang berwenang menghadili.

Pasal 152 KUHAP: Dalam hal pengadilan negeri menerima surat pelimpahan perkara dan berpendapat bahwa perkara itu termasuk wewenangnya, ketua pengadilan menunjuk hakim yang akan menyidangkan perkara tersebut dan hakim yang ditunjuk itu menetapkan hari sidang. [rudi]

Terkini