Era Mobil Setrum Ramah Lingkungan

Rabu, 28 Februari 2018 | 13:11:25 WIB

Metroterkini.com - Gembar-gembor mengenai bahaya polusi udara yang dihasilkan dari pembakaran mesin kendaraan, tampaknya cukup membuat beberapa orang berpikir ulang untuk membeli mobil atau motor. Program pengurangan emisi karbon di Indonesia dimulai saat Susilo Bambang Yudhoyono menjabat sebagai presiden.

Pada 2013, pemerintah mengeluarkan aturan mengenai kendaraan yang murah dan ramah lingkungan, atau yang lebih dikenal dengan istilah low cost green car (LCGC).


Proyek ini ternyata disambut baik oleh masyarakat Indonesia. Sayangnya, kebanyakan dari mereka mengonsumsi mobil LCGC bukan karena ramah lingkungan, melainkan harganya yang murah.

Belajar dari hal itu, pemerintah di bawah kepemimpinan Jokowi berencana untuk mengeluarkan aturan baru, yakni low carbon emission vehicle (LCEV) atau kendaraan rendah emisi.

Para peserta LCEV bisa memilih sendiri teknologi mana yang mau digunakan, hibrida, gas, listrik, atau hidrogen.

Mobil listrik sumbangan Mitsubishi

Untuk memastikan proyek ini terus berjalan, Jokowi mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 22 tahun 2017 tentang rencana umum energi nasional.

Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto mengatakan, sejauh ini Kemenperin sudah bekerja sama dengan sejumlah kementerian dalam membuat program ramah lingkungan, termasuk mobil listrik.

"Kementerian Lingkungan, Kementerian ESDM dan Kementerian Perhubungan kami gandeng. Kami tanya dengan ketua Gaikindo (sudah) siap, berarti industrinya siap," kata Airlangga beberapa waktu lalu.

Namun, pelaku industri mau menjalankannya bukan tanpa syarat. Mereka minta keringanan pajak untuk produk-produk yang masuk dalam kategori LCEV.

Menurut General Manager Marketing Strategy PT Nissan Motor Indonesia, Budi Nur Mukmin, insentif keringanan pajak bisa jadi strategi untuk membentuk pasar LCEV di Tanah Air.

"Begitu pasar terbentuk, agen pemegang merek siap produksi lokal. Tapi, kalau dari awal harus produksi lokal, jadi tantangan tersendiri,” tuturnya.

Nissan X-Trail Hybrid.

Menanggapi soal insentif, Airlangga mengatakan bahwa Kemenperin telah memiliki rekomendasi.

Pajak Penjualan atas Barang Mewah atau PPnBM untuk mobil listrik akan dihapuskan. Sementara itu, bea masuknya sekitar lima persen, karena para produsen masih melakukan impor.

"Tapi, ini masih dalam pembicaraan, sedang pembahasan," ujarnya di Kantor Kemenperin, Jakarta Selatan, Senin 26 Februari 2018.

Sementara itu, menurut Wakil Menteri Keuangan, Mardiasmo, PPnBM nol persen masih dalam studi dan perlu dicek terlebih dahulu.

"Nanti kami lihat pengaturan pajak konversinya. Nanti kami lihat dulu, insentif seperti apa, biar semua komprehensif," ungkap Mardiasmo dilansir viva.

Adanya niat dari pemerintah untuk mengembangkan kendaraan ramah lingkungan mendapat sambutan yang meriah dari para APM. Tidak sekadar siap menyukseskan, beberapa APM juga memberikan bantuan kepada pemerintah untuk melakukan studi terhadap LCEV.

BMW Group menyumbang alat pengisian baterai sebagai bahan studi, dan Mitsubishi Motors memberikan delapan unit Outlander PHEV serta dua mobil listrik i-MiEV.

Soal bantuan yang didapatkan Kemenperin dari APM, Airlangga mengatakan sangat mengapresiasinya. Bahkan, ia juga menyiapkan skema khusus untuk mereka yang telah membantu proyek LCEV.

"Sudah dibahas juga di kabinet, perusahaan yang melakukan inovasi seperti riset, pemerintah juga akan memberikan pemotongan pajak yang lebih besar," tuturnya.

Sayangnya, peran pemerintah tidak hanya sebatas membuat regulasi. Mereka juga harus menyediakan infrastruktur yang memadai untuk masa depan LCEV di Indonesia.

Stasiun Pengisian Listrik Umum (SPLU).

Terkait hal itu, Airlangga menjelaskan bahwa infrastruktur mobil bertenaga listrik murni, sampai saat ini belum tersedia di Tanah Air. Kata dia, mobil yang berpotensi lebih cepat dipasarkan adalah plug-in hybrid.

"Plug-in hybrid merupakan teknologi yang cocok, karena ini merupakan kombinasi antara electric vehicle  (EV) dengan motor bakar," ungkapnya.

"Maka tipe yang paling cocok tersedia di Indonesia, adalah plug-in hybrid. Mobil ini juga bisa digunakan untuk penanganan bencana, karena mobil ini bisa menghasilkan listrik rumah tangga," ujarnya.

Kehadiran LCEV mungkin menjadi solusi bagi pencemaran udara. Namun, ada efek samping yang juga harus diantisipasi.

Salah satunya terkait Undang Undang Lalu Lintas Nomor 22 Tahun 2009. Pasal 57 ayat 3 menyebutkan, kelengkapan standar mobil meliputi sabuk keselamatan, segitiga pengaman, dongkrak, pembuka baut pelek, dan ban cadangan.

Ban serep atau cadangan mobil

Jika mobil tidak dilengkapi ban cadangan, maka pengemudi bisa dikenakan hukuman kurungan paling lama satu bulan atau denda Rp250 ribu.

Aturan tersebut akan menjadi masalah, saat nanti kendaraan listrik dipasarkan di Indonesia. Sebab, tidak tersedia ruang yang cukup untuk menempatkan ban serep, karena ruangnya dipakai untuk baterai.

"Dengan melihat adanya EV, standar-standar akan berubah. Sebagai contoh, EV menggunakan bodi bawah sebagai tempat baterai dan tidak menggunakan ban serep," tutur Airlangga.

"Kalau lihat aturan yang sekarang ada di Korlantas (Korps Lalu Lintas Kepolisian RI), kalau tidak pakai ban pengganti ditangkap (didenda). Ini harus diregulasi," dia menambahkan. [*] 


 

Terkini