JPU Tak Hadirkan Saksi Pelapor, Sidang Diskor

Senin, 19 Februari 2018 | 16:04:13 WIB

Metroterkini.com- Sidang dugaan pemalsuan surat dengan terdakwa Poniman, Senin (19/2/18) kembali digelar di PN Pekanbaru dengan agenda pemeriksaan saksi. Sidang sudah disepakati akan digelar pukul 09.00 WIB, justru molor 2 jam sampai pukul 11.10 WIB.

Namun, ketika sidang digelar jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan terlebih dahulu dua orang saksi. Yakni, Nurlaili Bin Toyip (72) warga Jalan Suka Jaya Kelurahan Lembah Damai, Kecamatan Rumbai Pesisir dan Sukatman Bin A. Wahab (54) warga Jalan Erba, Kelurahan Lembah Damai, Kecamatan Rumbai Pesisir. Keduanya, bukan saksi pelapor.

Menanggapi dua saksi ini, Tim kuasa hukum terdakwa (Poniman) yang terdiri dari Augustinus Hutajulu, Patar Pangasian, Ronald Sihotang, Alhendri Tanjung dan Gusmanto menyampaikan keberatan. Augustinus meminta Jaksa Penutut Umum (JPU) agar terlebih dahulu menghadirkan saksi pelapor.

"Apa yang akan kami tanyakan kepada kedua saksi, karena tak ada sangkut pautnya dengan klien kami. Harusnya yang pertama diperiksa saksi pelapor," kata Augustinus.

Menanggapi keberatan tersebut, JPU berdalil dua saksi tetap punya relevansi dalam perkara dengan terdakwa Poniman. Selain itu, ungkap JPU, setelah mendengar keterangan kedua saksi, kemudian dilanjutkan dengan keterangan saksi pelapor.

"Karena saksi pelapor masih dalam perjalanan, jadi kami meminta kepada majelis hakim yang terhormat agar kedua saksi diperiksa lebih dahulu," ujar JPU dari Kejaksaan Negeri Pekanbaru.

Akan tetapi, argumen JPU tak diterima Augustinus, ia tetap keberatan didahulukan pemeriksaan saksi pendukung dari pada saksi pelapor.

Tim kuasa hukum terdakwa Poniman tetap meminta kepada majelis hakim agar yang pertama diperiksa sebagai saksi adalah saksi pelapor.

"Mendatangkan saksi pelapor itu adalah tugas saudara sebagai JPU," tegas Augustinus .

Akhirnya ketua majelis hakim yang memimpin sidang, Bambang Myanto meminta JPU agar menghairkan saksi pelapor terlebih dahulu sebeum menghadirkan saksi-saksi lainnya.

"Yang pertama dihadirkan harus saksi pelapor. Itu aturan. Untuk itu, sidang saya skor," kata Myanto sembari mengetok palu tanda sidang diskor.

Seperti diberitakan sebelumnya, dalam sidang eksepsi sebelumnya, tim kuasa hukum Poniman menegaskan, bahwa Surat Dakwaan Nomor PDM-10/PEKAN/01/2018 yang disusun jaksa penuntut umum (JPU) Erik R dari Kejari Pekanbaru diduga berdasarkan berita acara yang tidak sah.

Sebab, dalam Putusan Praperadilan No. 27/Pid.Prap/2017/PN.PBR tanggal 20 Desember 2017 lalu, menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sp.Sidik/194/VII/2016/Reskrim, Tanggal 25 Juli 2016 dan Surat Perintah Penyidikan Lanjutan Nomor: Sp.Sidik/194.a/III/2017/Reskrim, Tanggal 14 Maret 2017 dan Surat Perintah Penyidikan Lanjutan No. : SP.Sidik/194.b/X/2017/Reskrim Tanggal 2 Oktober 2017 yang menetapkan pemohon (Poniman) sebagai tersangka terkait tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 dan 56 KUHP adalah tidak sah, dan tidak berdasarkan hukum. Dan oleh karenanya penetapan a quo tidak mempunyai kekuatan yang mengikat.

"Jika sprindik dan berita acara pemeriksaan (BAP) yang tidak sah, maka dakwaan yang disusun berdasarkan berita acara yang tidak sah, tentu dakwaannya tidak sah. Itu pendapat hukum kami," tegas Patar.

Dengan tidak sahnya surat perintah penyidikan, ungkap Patar, maka seluruh hasil penyidikan beserta turunannya termasuk bukti- bukti yang diperoleh dari surat perintah Penyidikan yang tidak sah tersebut adalah tidak sah (baik itu berita acara pemeriksaan Saksi- saksi (BAP) maupun berita acara penyitaan lainnya).

Adapun berita cara pemeriksaan saksi yang dibuat dengan dasar Sprindik (Surat Perintah Penyidikan) yang tidak sah berdasarkan Putusan Praperadilan No. 27/Pid.Prap/2017/PN.PBR tanggal 20 Desember 2017 adalah:
BAP Jon Mathias, SH tertanggal 11 Juli 2017, BAP Boy Desvinal Salam tanggal 11 Juli 2017, BAP Gusril tanggal 09 Oktober 2017 dan 29 November 2017, BAP Fadliansyah, S.STP tanggal 09 Oktober 2017, BAP Agusman Idris, SH., MH tanggal 09 Oktober 2017 dan 29 November 2017, BAP Dasrial tanggal 05 Oktober 2017, 29 November 2017 dan 04 Desember 2017, BAP Razali tanggal 14 Juli 2017 dan 14 Desember 2017, BAP Hj. Jusni Rifai Tanjung tanggal 12 Juli 2017 dan 13 Juli 2017 serta 04 Oktober 2017, BAP Nurlaili tanggal 13 Juli 2017, BAP Sukatman tanggal 13 Juli 2017, BAP Habiholidi tanggal 13 Mei 2017, BAP Warmin tanggal 13 Juli 2017, BAP Syahmiral 14 Juli 2017, BAP Wagimun tanggal 26 Oktober 2017 dan 04 Desember 2017, BAP Syamsudin tanggal 14 Juli 2017, BAP Ismail alias Atu tanggal 17 Juli 2017 dan 31 Juli 2017, BAP Dr. Erdianto, SH., M.Hum tanggal 12 Oktober 2017, BAP Dr. Hinsatopa Simatupang, MM tanggal 15 September 2017, BAP Lamsana Sirait, SE., Ak tanggal 25 September 2017, dan BAP Arief Widiansyah, ST tanggal 04 Desember 2017.

Tim kuasa hulum juga menjelaskan, bahwa Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan yang dalam Pasal 2  ayat (3) menyatakan, "Putusan Praperadilan yang mengabulkan permohonan tentang tidak sahnya penetapan tersangka tidak menggugurkan kewenangan Penyidik untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka lagi setelah memenuhi paling sedikit dua alat bukti baru yang sah, berbeda dengan alat bukti sebelumnya yang berkaitan dengan materi perkara".

Peraturan MA ini senada dengan Pertimbangan Putusan MK No. 42/PUU-XV/2017 tanggal 10 Oktober 2017 pada pokoknya alat bukti yang dapat digunakan untuk atau dalam penetapan kembali tersangka haruslah bukti baru atau bukti yang telah dipergunakan pada penyidikan terdahulu yang telah disempurnakan.

Usai sidang putusan sela, majelis hakim menunda sidang Senin dan Kamis minggu depan dengan agenda pemeriksaan saksi.[rdi]

Terkini