Metroterkini.com - Setya Novanto telah mengirim surat pengunduran diri sebagai ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sejak 4 Desember lalu. Secara sepihak tersangka kasus korupsi e-KTP ini menunjuk Aziz Syamsuddin sebagai penggantinya.
Keputusan Setnov langsung menuai badai kritik. Wakil Ketua Dewan Kehormatan Partai Golkar Akbar Tandjung menilai keputusan itu harus dibicarakan di Fraksi Golkar DPR lebih dahulu.
"Saya juga minta ini suara anggota dewan didengar karena mereka sedikit banyak mengetahui kiprah anggota dewan yang lain dari Partai Golkar. Dari situ mereka bisa memberikan penilaian siapa yang paling cocok," ujar Akbar di Hotel Manhattan, Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (10/12).
Akbar melihat keputusan diambil secara terburu-buru. Padahal, lanjutnya, posisi ketua umum saja belum diganti. Seharusnya, pemilihan ketua DPR setelah munaslub, keluar dengan nama ketua umum baru.
"Ya harusnya selesaikan munaslub, siapa yang jadi ketua umum. Nah keputusan baru ini akan ditentukan siapa yang jadi ketua DPR," tukas Akbar.
Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono mengatakan penunjukkan Aziz Syamsuddin sebagai calon ketua DPR harus melalui proses yang benar. Sebagai langkah awal, menurut Agung, DPP Partai Golkar harus terlebih dahulu memutuskan ketua umum baru melalui Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub).
Agung khawatir Partai Golkar saat ini statusnya Plt jika ambil putusan strategis nanti akan dipertanyakan keabsahannya. Untuk itu, dia mendorong lebih baik munaslub sehingga dapat melahirkan kepemimpinan yang legitimate.
"Sangat berbahaya sekali sebuah lembaga negara yang sangat penting itu ada persoalan di dalam keabsahan proses. Belum lagi di internal, juga di DPR ini sendiri harus melalui fraksi-fraksi, badan musyawarah dan sebagainya," kata Agung di kediamannya Jalan Cipinang Cempedak II No 23, Jakarta Timur, Minggu (10/12).
Politisi Partai Golkar, Yorrys Raweyai tak setuju dengan cara Setnov. Yorrys menilai langkah itu bermuatan politis untuk mempertahankan kekuasaan dengan cara tidak etis.
Yorrys mengatakan pemilihan Aziz cukup membahayakan bagi kelangsungan Partai Golkar di tahun politik. Sebab, pengusungan Aziz menjadi ketua DPR tidak melalui mekanisme partai politik. Terlebih lagi, pengusung Aziz adalah tersangka di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Ada kekuatan yang ingin mempertahankan kekuasaan yang melindungi koruptor, ini bahaya sekali. Lalu organisasi apa yang dipahami, apalagi dia (Setya Novanto) dalam status dipenjara, kalau DPR menerima itu kan lucu," ujar Yorrys saat menghadiri sarasehan pembaharuan Partai Golkar, Jakarta Selatan, Minggu (10/12).
Lebih lanjut, Yorrys juga mengingatkan DPR agar tidak terburu-buru menindaklanjuti surat penunjukan Aziz untuk mengisi kekosongan kursi ketua DPR. Jika DPR menindaklanjuti keinginan Setnov, kata Yorrys, citra sebagai lembaga tinggi negara menjadi taruhannya.
"Yang jelas itu tidak boleh terjadi karena akan merusak citra DPR dan Golkar," tegasnya.
Ketua Gerakan Muda Partai Golkar (GMPG) Ahmad Doli Kurnia Ahmad Doli Kurnia protes dengan cara penunjukan Aziz. Seharusnya, penunjukan ketua DPR diawali pleno Partai Golkar sebagai pemegang jatah kursi ketua. Dari pleno baru diteruskan ke DPR.
"Semua mekanisme itu tidak dilakukan, tiba-tiba terbit surat yang menurut saya ilegal. Kenapa ilegal? Karena tidak sesuai mekanisme organisasi," ucap dia.
Dia mendorong DPR tidak melanjutkan surat tersebut. Menurutnya, cara itu tidak sesuai dengan mandat partai melainkan hanya kepanjangan tangan untuk kepentingan Setnov.
"Oleh karena ilegal, patut ditolak dan tidak diteruskan di DPR. Oleh karena itu menurut saya harus ada gerakan penolakan dari teman-teman anggota DPR," tandasnya. [mer]