Setnov Menang Pradilan I, Ini Kata Abraham Samad

Senin, 27 November 2017 | 14:31:16 WIB

Metroterkini.com - Mantan Ketua KPK Abraham Samad menilai ada ketidakadilan yang terjadi sehingga Ketua DPR Setya Novanto bisa menang dalam gugatan praperadilan melawan KPK.

Hal ini disampaikan Samad dalam pidato sambutannya di acara pembukaan diklat penyuluh antikorupsi di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Senin (27/11/2017).

Novanto sebelumnya lolos dari status tersangka dalam kasus e-KTP karena memenangi praperadilan tersebut.

"Kasus e-KTP kemarin dimenangkan di praperadilan, itu maka saya berani katakan bahwa peradilan itu berjalan tidak adil dan tidak fair," kata Samad.

Menurutnya, KPK tidak sembrono dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka. Ia menegaskan, KPK menganut asas kehati-hatian dalam pemberantasan korupsi.

"KPK itu sangat ketat, dia punya asas prudent, jadi tidak akan mungkin dia dengan sembrono menetapkan sebuah kasus, meningkatkan sebuah kasus dari penyelidikan ke penyidikan," ujar Samad.

Oleh karenanya, Samad meminta publik meyakini bahwa dalam menetapkan tersangka di kasus e-KTP, KPK pasti sudah mengantongi bukti yang cukup.

"Ketika KPK menetapkan seseorang menjadi tersangka itu sudah pasti one hundred percent terpenuhi semua alat bukti, jadi jangan pernah Anda ragu bahwa kasus e-KTP itu akan mengalahkan KPK di praperadilan," ujar Samad.

Novanto sebelumnya lolos dari status tersangka di kasus e-KTP setelah memenangi gugatan praperadilan. Hakim tunggal praperadilan, Cepi Iskandar menerima sebagian gugatan praperadilan yang diajukan Novanto.

Dalam putusannya, hakim menyatakan penetapan tersangka Novanto oleh KPK dianggap tidak sah. Namun, ia kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 10 November 2017.

Dalam kasus ini, Novanto disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat 1 Subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

KPK menduga, Novanto telah menyalahgunakan kewenangan dan jabatan saat menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar.

Dalam kasus ini, Novanto bersama pihak lain diduga mengakibatkan kerugian perekonomian negara sekurang-kurangnya Rp 2,3 triliun, dari nilai paket pengadaan sekitar Rp 5,9 triliun.

Setelah ditetapkan kembali menjadi tersangka, Novanto mengajukan lagi gugatan praperadilan. [mer-kmc]

Terkini