Metroterkini.com - Wakil Ketua Dewan Kehormatan Partai Golkar Akbar Tanjung mengatakan elektabilitas Partai Golkar semakin menurun usai Ketum Partai Golkar Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan korupsi e-KTP. Akbar menjelaskan, survei pada bulan April menunjukkan elektabilitas Partai Golkar di angka 7,1 persen.
Lalu, kabar terakhir yang diterimanya dari sebuah lembaga survei menunjukkan elektabilitas partai Golkar merosot hingga 3,5 persen. Angka ini tentunya di bawah persentase ambang batas kursi di parlemen dalam UU tentang pemilu yang baru-baru ini disahkan DPR.
"Seandainya ini kejadian pada pemilu 2019 yang akan datang berarti golkar tidak punya wakil. Nah ini yang kami takutkan. Kami takutkan betul, saya takutkan betul," kata Akbar Tanjung di Jakarta, Minggu (23/7/2017).
Mantan Ketum Partai Golkar ini mengatakan perubahan struktur kepemimpinan dalam tubuh partai dinilai bakal meningkatkan elektabilitas partai. Apalagi lewat mekanisme seperti musyawarah nasional yang melalui tahapan seleksi dalam menentukan tokoh yang akan memimpin partai Golkar selanjutnya.
"Kita harus lihat rekam jejaknya dan kita punya prinsip dalam menentukan kader yakni prestasi dedikasi modalitas dan profesionalitas. Juga rekam jejaknya baik di Golkar maupun di DPR dan di pemerintahan, itu semua jadi acuan kita referensi dan pedoman kita," tutur Akbar.
Meski begitu Akbar tak mengatakan secara gamblang harus adanya pergantian ketum partai. Dia hanya menyampaikan perlu adanya langkah-langkah antisipatif kalau-kalau kasus Setnov ditolak dalam praperadilan.
"Kalau tidak berhasil (praperadilan ditolak) sudah bisa kita bayangkan bahwa proses pengadilan bakal berjalan terus dan akan jadi berita sehari hari tentang partai dan proses itu akan menghasilkan putusan putusan pengadilan," kata dia.
Bila telah mencapai pada tahap putusan, sudah pasti kata Akbar perlu dilakukan langkah antisipatif dalam melakukan perubahan kepemimpinan. Sebab perubahan tersebut menyangkut citra Partai Golkar di mata masyarakat.
"Perubahan itu terkait karena ada satu pilihan yang menyangkut kiprah partai Kedepan. Kalau yang terbaik itu kita butuh kepemimpinan yang baru, ya kenapa tidak. Itu saja," pungkasnya [eko]