Metroterkini.com - Pakar Hukum Pidana Agustinus Pohan menilai salah salah satu upaya mencegah korupsi adalah meningkatkan hukuman atau sanksi terhadap para koruptor. Salah satunya, pidana uang pengganti tidak sebatas uang korupsi, tetapi harus senilai akibat yang ditimbulkan karena korupsi.
"Kita memang punya aturan pidana uang pengganti sebesar nilai uang korupsi. Saya pikir tidak cukup, harus diubah sedikit sehingga pidana pengganti sebesar akibat yang ditimbulkan dari tindakan korupsi," ujar Agustinus di Jakarta, Senin (15/2/16).
Dia mencontohkan, sebuah jembatan roboh dan kerugiannya sebesar Rp 10 miliar. Sementara uang yang dikorupsi dalam pembuatan jembatan hanya Rp 1 miliar. "Nah, untuk menimbulkan efek jera, maka pidana penggantinya tidak hanya Rp 1 miliar, tetapi Rp 10 miliar karena kerugian tersebut dampak dari tindakan korupsi," jelas dia.
Agustinus mengaku tidak suka menggunakan terminologi hukuman pemiskinan koruptor. Pasalnya, hal tersebut tidak etis dan bertentangan dengan tanggung jawab negara melindungi dan menyejahterakan masyarakat. "Pilihannya tadi, pidana penggantinya harus senilai akibat yang ditimbulkan oleh tindakan korupsi atau sanksinya lebih berat dari keuntungan akibat perbuatan kejahatan. Jika ini diterapkan, otomatis koruptor akan miskin dengan sendirinya," jelas dia.
Lebih lanjut, Agustinus mengungkapkan perlunya peningkatan kinerja pengawas internal dan eksternal di aparat penegak hukum dan penyelenggara negara.
"Yang mudah dilakukan dan efektif adalah peningkatan kinerja pengawas internal karena jumlahnya banyak dan hampir ada di setiap instansi, seperti aparat penegak hukum," kata dia. [bsc]