Metroterkini.com - Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Masinton Pasaribu menilai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemindahan kewenangan pemberian izin pemanggilan anggota dewan dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) ke presiden bertentangan dengan demokrasi.
"Putusan ini bertentangan dengan semangat publik untuk percepatan kasus dan penegakan hukum. Kalau menunggu presiden, birokrasinya akan njelimet," kata Masinton saat ditemui di DPR, Jakarta, Jumat (25/9).
Pasalnya, ia menilai proses penegakan hukum jadi akan semakin lama bila harus menunggu izin presiden. Masinton menilai bila hanya membutuhkan izin MKD, publik dapat ikut memantau perkembangan kasus bersama.
"Saya sendiri bingung dengan putusan MK, kok seperti ping pong. Pada 2012, MK memutuskan bahwa izin periksa DPR tidak harus dari presiden, sekarang malah dibalikin lagi," katanya.
MK sebelumnya memutuskan presiden adalah pihak yang berwenang memberikan izin apabila anggota dewan hendak dimintai keterangan terkait dugaan tindak pidana.
MK berpendapat pemberian izin pemanggilan anggota dewan dari Mahkamah Kehormatan tidak tepat karena MKD tidak berhubungan langsung dengan sistem peradilan pidana.
MK juga berpendapat, pemberian izin dari MKD akan sarat kepentingan karena anggota MKD berasal anggota dewan.
Hakim MK Wahiduddin Adams menyebutkan, putusan ini sebagai bentuk fungsi dan upaya membenarkan mekanisme check and balances antara pemegang kekuasaan legislatif dan eksekutif. [**cnn]