Metroterkini.com - Hartono (50) dan Zainul Bahri (47), tersangka kasus dugaan korupsi proyek perbaikan atau docking Kapal Tandu Bayu II di PT Pelindo I Dumai di tahan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Rabu (5/8/15)
" Keduanya langsung ditahan," ujar Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) dan Humas Kejati Riau, Mukhzan.
Menurut Mukhzan, proses tahap dua dilakukan di Kejati. Sementara JPU untuk penuntutan di pengadilan yakni Nopita Roetrianto, Hendarsyah, Andriansyah, Andy Bernard Desman S, dan ID GP Awartara," kata Mukhzan lagi.
Mukhzan juga menjelaskan, tersangka Hartono merupakan pensiunan PT Pelindo I Dumai dan Zainul Bahri adalah mantan General Manager Cabang Pelabuhan Dumai tahun 2009-2011. Mereka ditahan berdasarkan Surat Perintah Kepala Kejaksaan Negeri Dumai Nomor: Print-1426,1427/N.4.13/ft.1/08/2015, tanggal 5 Agustus 2015.
" Mereka dititipkan ke Rutan Sialang Bungkuk Kelas II B. Penahanan pertama selama 20 hari ke depan," tutur Mukhzan.
Selain itu, penahanan dilakukan dengan pertimbangan tersangka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan mengulangi perbuatannya.
" Itu sudah diatur dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, red)," tukas Mukhzan.
Hartono dan Zainul Bahri dijerat dengan pasal 2 ayat (1) jo pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) huruf B Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. "Ancaman pidana maksimal selama 20 tahun," ucapnya
Kasusnya berawal saat kedua tersangka pengoptimalan kegiatan pengusahaan Unit Galangan Kapal (UGK) pada PT Pelindo I (persero). GM Cabang Pelabuhan Dumai, tersangka Zainul Bahri, saat itu melaksanakan kontrak dengan Kepala UGK PT Pelindo I Medan, tersangka Hartono, untuk pekerjaan perbaikan/pergantian (General Overhaul) mesin induk kanan Kapal Tunda Bayu II.
Selanjutnya tersangka Hartono tidak melaksanakan pekerjaan tersebut, melainkan menyerahkannya kepada PT Citra Pola Niaga Nusantara serta dalam proses pelaksanaan ternyata spesifikasi mesin tidak sesuai dengan spesifikasi, namun tetap dilakukan pembayaran untuk uang muka sebanyak 30 persen. Dalam kasus ini negera telah dirugikan lebih kurang Rp1,7 miliar. [din-rtc]