Tahun Depan BPS Lakukan Sensus Ekonomi, Ajak PWI Perkuat Literasi Statistik

Tahun Depan BPS Lakukan Sensus Ekonomi, Ajak PWI Perkuat Literasi Statistik

Metroterkini.com - Badan Pusat Statistik (BPS) diseluruh Indonesia termasuk Kabupaten Bengkalis tahun depan akan melakukan sensus ekonomi (SE2026). Sensus tersebut merupakan sensus berkala yang dilakukan BPS sepuluh tahun sekali. Untuk itu, Kepala BPS Kabupaten Bengkalis Sudiro mengajak PWI Bengkalis perkuat literasi statistik.

Hal ini diungkapkan Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkalis saat bersilaturahmi dengan penguasaan PWI Kabupaten Bengkalis, Selasa (18/11/2025) siang.

Dalam diskusi siang itu, banyak hal yang perlu diketahui wartawan tentang data yang diinput oleh Badan Pusat Statistik.

Kepala BPS Bengkalis, Sudiro, menyampaikan bahwa peran BPS semakin strategis dalam pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang menekankan peningkatan kualitas dan akurasi data nasional. Dalam hal ini, BPS bukan hanya penyedia angka-angka statistik, tetapi juga fondasi utama dalam perencanaan dan evaluasi kebijakan publik.

“BPS bertugas menyediakan data resmi yang akurat dan objektif sebagai dasar pengambilan keputusan, mulai dari individu hingga pemerintah pusat. Tahun 2026 nanti kita kembali melaksanakan Sensus Ekonomi, pemotretan lengkap kondisi pelaku usaha di seluruh Indonesia,” ujar Sudiro dalam paparannya.

Di hadapan pengurus dan anggota PWI Bengkalis, Sudiro juga menjelaskan secara mendalam tugas BPS dalam pemantauan inflasi. Menurutnya, BPS melakukan survei harga konsumen untuk mengukur perubahan harga barang dan jasa secara bulanan, tahunan, dan tahun kalender.

“Kami memotret kondisi harga riil di lapangan, bukan memproyeksikan inflasi. Data dihimpun dari pedagang eceran di pasar tradisional dan modern, lalu dianalisis perubahan persentasenya dari periode sebelumnya,” jelasnya.

Ia juga menyinggung dinamika inflasi yang menjadi penyebab gejolak ekonomi di masa lalu.

“Masa Presiden Sukarno dan Suharto, kita mengalami tekanan besar akibat inflasi. Era Soekarno uang tersedot untuk proyek pembangunan besar. Sedangkan era Soeharto terjadi krisis moneter tahun 1998,” ujarnya.

Selain faktor domestik, kata Sudiro, kondisi global turut memengaruhi inflasi Indonesia. Ia mengutip paparan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian terkait dampak perang Rusia–Ukraina terhadap ekonomi nasional hingga ke tingkat kabupaten/kota.

“Konflik global memicu kenaikan harga komoditas, termasuk pangan, yang berdampak langsung ke daerah. Inilah pentingnya pemerintah daerah menjaga stabilitas harga,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Sudiro menjelaskan bahwa BPS tidak termasuk dalam struktur Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).

“TPID fokus pada komponen yang bisa dikendalikan, terutama bahan pangan. Sementara harga komoditas seperti emas, sepenuhnya berada di pasar global,” tuturnya.

Media harus jadi jurnalis data

Ketua PWI Bengkalis, Adi Putra, memberikan apresiasi atas kunjungan dan penjelasan komprehensif dari BPS Bengkalis. Ia menegaskan bahwa literasi statistik sangat penting bagi insan pers, terutama dalam penyajian berita ekonomi dan harga kebutuhan masyarakat.

Saat ini, ungkap Putra, masih banyak masyarakat yang tidak memahami apa itu inflasi dan bagaimana dampaknya terhadap harga bahan pokok.

Untuk itu, media harus mengedukasi publik dengan data yang benar diinput BPS.

"Kolaborasi ini akan sangat membantu jurnalis dalam menyajikan informasi yang akurat dan mudah dipahami,” kata Adi Putra.

Ia berharap kolaborasi BPS dan PWI dapat terus berlanjut, terutama dalam menghadirkan jurnalisme berbasis data untuk kepentingan publik.

Pertemuan ini diharapkan menjadi langkah awal mempererat sinergi antara institusi statistik dan insan pers. Melalui kolaborasi ini, data statistik resmi dapat disampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami masyarakat, baik terkait inflasi, kondisi ekonomi, maupun hasil-hasil survei lainnya. Kedua belah pihak sepakat bekerjasama  dalam mendukung penyebaran informasi yang akurat dan kredibel menjelang Sensus Ekonomi 2026.  (Rudi)

Berita Lainnya

Index