Metroterkini.com - Dalam Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI), Jumat (16/8), Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menyinggung tentang keamanan siber di Indonesia. Hal itu penting untuk peningkatan keamanan siber, salah satunya adalah dengan segera membentuk angkatan siber sebagai matra keempat TNI.
Diungkapkan pula bahwa dunia sudah memasuki era operasi militer melalui internet yang biasa disebut internet of military things (IoMT) atau internet of battlefield things (IoBT), operasi militer makin dapat dikendalikan dari jarak yang sangat jauh dengan lebih cepat, tepat, dan akurat.
Hal tersebut penting mengingat posisi geopolitik Indonesia yang tergolong sangat rawan karena berhadapan langsung dengan trisula negara persemakmuran Inggris, yaitu Malaysia, Singapura, dan Australia.
Ketiga negara itu tergabung pula dalam Five Power Defence Arrangement (FFDA) bersama dengan Selandia Baru dan Britania Raya. Di sisi lain, Indonesia juga berada dalam arena pertarungan geopolitik Rusia, Tiongkok, dan Amerika Serikat.
Oleh karena itu, ketahanan keamanan siber di Indonesia masih perlu peningkatan. Hal itu terkait pula dengan kasus peretasan data nasional, yang mengisyaratkan urgensi ketersediaan lembaga pemerintah yang berfokus pada keamanan siber, termasuk peraturan hukum.
Indonesia, menurut National Cyber Security Index, masih di posisi kelima di Asia Tenggara dalam hal keamanan siber.
Usulan Bamsoet pun didukung Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi, apalagi sejumlah negara sudah menjadikan angkatan siber sebagai angkatan keempat. Singapura, misalnya, menjadi salah satu dari beberapa negara di dunia yang mempunyai angkatan siber.
Penyataan Ketua MPR RI pada Sidang Tahunan MPR soal angkatan siber sebagai matra keempat TNI bukanlah suatu hal yang baru karena mantan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Andi Widjajanto pernah mengusulkan rencana pembentukan angkatan siber untuk melengkapi tiga matra.
Andi Widjajanto menyampaikan usulan itu pada acara Seminar Nasional Lembaga Ketahanan Nasional RI bertema Transformasi Digital Indonesia 2045 di Jakarta, Senin, 7 Agustus 2023.
Pernyataan yang sama juga pernah dilontarkan oleh Bamsoet pada saat memberikan kuliah umum di Lemhannas pada hari Selasa, 30 Juli 2024.
Usulan ini, menurut pakar keamanan siber Dr. Pratama Persadha, tentu saja harus segera ditindaklanjuti oleh Pemerintah. Hal ini mengingat tren yang ada saat ini untuk melakukan invasi atau penyerangan ke sebuah negara sudah tidak lagi melulu melalui armada perang dan persenjataan, tetapi juga sudah melalui peperangan siber (cyber warfare).
Dampak yang dapat ditimbulkan melalui perang siber pun, kata Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC ini, juga tidak kalah mengerikan. Karena melalui serangan siber, sebuah negara dapat dibuat lumpuh dari sisi ekonomi dengan melakukan penyerangan ke sektor perbankan dan finansial.
Tidak berhenti sampai di situ, infrastruktur juga berpotensi lumpuh dengan menyerang fasilitas energi, telekomunikasi, dan transportasi, serta melumpuhkan sektor administrasi pemerintahan.
Dapat dibayangkan jika serangan siber tersebut dilaksanakan beberapa saat sebelum serangan militer. Sebuah negara yang sedang lumpuh dan panik, kemudian menerima serangan militer niscaya negara lain akan mudah sekali menguasai negara tersebut.
Pratama yang juga dosen pascasarjana pada Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) menilai usulan angkatan siber itu sesuai dengan tren yang ada saat ini. Negara-negara lain mulai berlomba-lomba membangun angkatan perang untuk perang siber. Misalnya, Singapura membentuk Digital and Intelligence Service (DIS) pada tanggal 28 Oktober 2022.
Selain Singapura, negara lain yang memiliki angkatan perang siber adalah Amerika dengan USCYBERCOM, NATO dengan Cooperative Cyber Defence Centre of Excellence (CCDCOE), dan Prancis dengan Commandement de la Cyberdéfense.
Saat ini Indonesia memang sudah memiliki beberapa unit siber dari instansi yang memiliki perhatian kepada dunia siber, seperti Badan Intelijen Negara (BIN), Polri, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), serta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
Namun, Pratama menilai instansi tersebut memiliki fokus yang berbeda-beda dan tidak ada yang betul-betul fokus pada pertahanan keamanan siber untuk menjaga kedaulatan NKRI dari serangan perang siber pihak lain.
Diharapkan dengan dibentuknya matra keempat TNI itu, ada instansi yang betul-betul waspada penuh terhadap percobaan serangan siber dari negara lain.
Matra keempat yang dibentuk dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) tidak akan bertindihan dengan unit siber dari instansi lainnya, bahkan akan saling menguatkan.
Semua instansi tersebut dapat berbagi informasi terhadap setiap kondisi keamanan siber yang sedang terjadi, kemudian masing-masing instansi dapat menggali informasi yang lebih dalam, sesuai dengan tupoksi yang dimiliki oleh masing-masing instansi.
Kendati demikian, yang perlu diperhatikan dalam pembentukan matra keempat TNI ini adalah penguatan koordinasi secara paralel dengan pemangku kepentingan bidang siber yang lainnya, sehingga bisa saling bersinergi dan menguatkan. Pasalnya, aspek pandangan yang lebih holistik jika berkolaborasi dengan para pemangku kepentingan siber lainnya.