Warganet Mengaku Dapat Serangan Digital Usai Kritik Kominfo

Warganet Mengaku Dapat Serangan Digital Usai Kritik Kominfo

Metroterkini.com - Tanda pagar #BlokirKominfo sempat menjadi trending di media sosial Twitter dalam beberapa hari terakhir. Hal itu usai pemblokiran sejumlah platform dan website yang tidak mendaftarkan PSE. Melalui tagar itu, sejumlah warganet menyuarakan kekecewaan hingga kritikan atas tindakan pemblokiran yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

Sejumlah akun mengaku mendapat serangan Namun, sebuah twit menyebutkan bahwa terdapat beberapa akun yang mendapat serangan digital usai menggunakan tagar tersebut. Twit tersebut diunggah oleh @secgron pada Senin (1/8/2022) lalu. Kompas.com telah mendapatkan izin untuk mengutip twit tersebut.

"Sejauh ini 10 orang tercatat menjadi korban serangan digital dan juga teror melalui WhatsApp dampak dari #BlokirKominfo yang sedang diramaikan oleh publik," tulis @secgron.

Pengunggah juga melampirkan bukti tangkapan layar yang berisi pesan singkat serangan digital yang dilakukan oleh nomor tak dikenal.  Sejumlah korban tersebut berasal dari berbagai profesi, mulai dari kreator konten, komedian, hingga software engineer. Hingga Kamis (4/8/2022), unggahan ini viral dan mendapat komentar lebih dari 900 warganet, dibagikan kepada 13.300 pengguna, dan disukai lebih dari 33.000 warganet.

Tim Reaksi Cepat (Trace) & Keamanan Digital SAFEnet Imal mengatakan pihaknya telah mendapatkan laporan mengenai dugaan serangan digital yang menimpa sekitar 10 korban. "Laporannya masuk ke Trace itu ada lebih kurang ada 10," ujarnya, Kamis (4/8/2022).

"Saya tidak tahu apakah statusnya hari ini bertambah atau belum, saya belum update," tambah dia.

Serangan digital yang ditujukan kepada 10 korban tersebut sebagian besar berisi ancaman yang dikirimkan melalui pesan. "Yang masuk di Trace itu baru yang (diancam) via WhatsApp," tegas Imal.

Selain ancaman, beberapa bentuk serangan digital itu juga berupa upaya untuk mengambil alih akun WhatsApp milik korban. Hingga saat ini, Imal mengungkapkan, pihaknya masih berkoordinasi dengan para korban untuk mengatasi serangan digital tersebut.

Dikutip dari Tribunnews, pihak Kominfo mengaku tidak tahu terkait dugaan serangan digital tersebut.  Menteri Kominfo Johnny G Plate mengatakan, dirinya tidak tahu menahu soal klaim sejumlah pihak yang mendapat teror dan peretasan media sosial usai protes mereka terhadap pemblokiran sejumlah situs dan aplikasi Menteri Kominfo Johnny G Plate mengatakan justru jangan-jangan Kominfo yang sebenarnya diteror.

"Teror gimana? Saya baru tahu teror, Kominfo diteror kali," ujar Jhonny saat ditemui di kawasan Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Senin (1/8/2022).

Identitas dan motif pelaku belum diketahui Imal mengatakan pihaknya mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi identitas dan motif pelaku melakukan serangan digital itu. 
"Jadi kalau seperti itu kan agak susah ya kalau kita mau mengidentifikasi juga susah sih karena belum banyak yang bisa kita collect," terangnya.

"Kita belum bisa mengidentifikasi pelaku itu siapa dan alasannya apa," tambah dia. Sebab, dalam kasus yang masuk ke laporan Trace, terdapat salah satu korban yang identitasnya justru dicatut pelaku untuk melancarkan serangan digital.

Sementara itu, Pakar Keamanan Siber Vaksinkom Alfons Tanujaya menuturkan bahwa dalam kasus serangan digital atau teror seperti ini, pelaku serangan bisa siapapun.

"Dari sisi probabilitas ini bisa siapa saja yang meneror. Bisa reaksi dari netizen yang tidak senang dengan twitnya, bisa dari pihak Kominfo atau bisa juga playing victims," jelasnya, saat dihubungi, Kamis (4/8/2022).

"Jadi tidak benar juga kalau berusaha menampilkan narasi seakan-akan kalau mengkritik Kominfo akan menjadi korban serangan digital," tambah dia. Sebab, sebagai pakar keamanan siber, Alfons juga kerap melancarkan kritik kepada Kominfo dan instansi lainnya. Namun, ia mengaku tidak pernah mendapatkan serangan seperti itu.

"Saya sering mengkritik Kominfo, BSSN atau instansi pemerintah ketika tidak sependapat dan tidak pernah mendapatkan serangan digital," tandasnya.

Bagi warganet yang mendapatkan serangan digital baik melalui pesan chat atau aplikasi lainnya, Alfons menyarankan agar yang bersangkutan segera menghentikan akses pelaku.

"Jika mendapat teror melalui Whatsapp sebaiknya blokir saja akun Whatsapp yang meneror. Report and Block," saran Alfons. Di beberapa aplikasi, fasilitas ini sudah disediakan. Begitupun dengan Whatsapp. Sehingga pelaku tidak akan bisa menghubungi Anda lagi. Apabila terbukti bahwa terdapat pihak yang melakukan teror, segera kumpulkan bukti tersebut dan laporkan ke pihak yang berwenang untuk ditindaklanjuti.

"Jika teror bersifat perundungan (cyberbullying) yang mengandung unsur penghinaan, pencemaran nama baik itu bisa dilaporkan ke pihak berwenang untuk di proses," ungkap Alfons.  

Kritik yang logis dan ilmiah Kendati demikian, Alfons juga menggarisbawahi kepada pihak yang memberikan kritik kepada suatu lembaga atau institusi, untuk menyampaikan kritik secara logis dan ilmiah. Ia mengimbau agar warganet menghindari kritik yang bersifat kurang sehat. Sebagai contoh, dalam kasus kritik yang ditujukan kepada Kominfo, warganet bisa menyampaikan kritik soal substasi pendaftaran PSE.

"Kalau saya lihat kritik yang mereka lakukan juga sudah menjurus kurang sehat, tidak mengkritik substansial PSE-nya. Melainkan sudah melenceng dan terkesan menghambat PSE," terang Alforns.

"Harusnya membahas substansi mengapa tidak mau PSE, mengapa tidak suka blokir, apa dasarnya. Harusnya ke sana daripada menyerang kiri kanan yang tidak jelas," tandas dia. [**]

Berita Lainnya

Index