Metroterkini.com - Muhyiddin Yassin mundur sebagai Perdana Menteri Malaysia pada Senin (16/8/2021), setelah 17 bulan menjabat, yang menempatkan negaranya dalam kekacauan politik baru tanpa pengganti.
Masa pemerintahan Muhyiddin yang penuh gejolak berakhir setelah aliansinya menarik dukungan dan upaya akhir mempertahankan kekuasaan gagal.
Mohamad Redzuan Yusof, seorang menteri Muhyiddin, mengatakan bahwa pria 74 tahun itu mengadakan rapat kabinet pada Senin (16/8/2021) pagi, kemudian pergi ke istana nasional untuk mengajukan pengunduran diri kepada raja.
Tidak ada penerus yang jelas untuk menggantikan Muhyiddin sebagai perdana menteri tersingkat dalam menjabat sepanjang sejarah Malaysia.
Pemilihan umum juga sepertinya tidak mungkin dilakukan ketika negara menghadapi gelombang Covid-19 terburuk dan penurunan ekonomi.
"Penggantinya masih dugaan," kata Oh Ei Sun, seorang analis di Singapore Institute of International Affairs, seperti dilansir AFP pada Senin (16/8/2021).
Raja Malaysia secara formal menunjuk perdana menteri dan akan menyerahkan kepadanya untuk menilai siapa yang mendapat dukungan cukup dari anggota parlemen.
Muhyiddin berkuasa pada Maret 2020 tanpa pemilihan kepala koalisi yang dilanda skandal setelah runtuhnya pemerintah reformis berusia dua tahun yang dipimpin oleh politisi kelas berat yang berumur 90-an, Mahathir Mohamad.
Kemudian, pemerintahan Muhyiddin menghadapi gejolak dari hari ke hari, mayoritas di parlemennya diragukan, legitimasinya terus-menerus dipertanyakan, dan dia menghadapi tantangan konstan dari pemimpin oposisi Anwar Ibrahim.
Runtuhnya pemerintahan Muhyiddin memperpanjang periode drama politik bagi negara multietnis berpenduduk 32 juta itu. Setelah merdeka dari Inggris pada 1957, Malaysia diperintah selama enam dekade oleh koalisi yang didominasi mayoritas Muslim etnis Malay.
Namun, skandal korupsi, kebijakan berbasis ras yang tidak populer, dan pemerintahan yang semakin otoriter mendorong berakhirnya koalisi itu dan pemimpinnya, Najib Razak, pada pemilihan 2018.
Kemenangan aliansi oposisi Mahathir memicu harapan untuk era baru, tetapi runtuh di tengah pertikaian sengit. Muhyiddin, semula anggota pemerintahan Mahathir, tetapi akhirnya merencanakan kejatuhannya.
Selain pertanyaan tentang legitimasinya, koalisi Muhyiddin menghadapi kritik yang meningkat atas kegagalannya mengendalikan wabah Covid-19.
Para pejabat Malaysia kini telah melaporkan lebih dari 1,1 juta kasus Covid-19 dan 12.000 kematian. Pada Januari, Muhyiddin membujuk raja untuk menyatakan keadaan darurat nasional pertama Malaysia selama lebih dari setengah abad, seolah-olah untuk memerangi pandemi Covid-19.
Namun, parlemen juga ditangguhkan selama berbulan-bulan, yang menimbulkan kritik bahwa Muhyiddin menggunakan krisis untuk menghindari mosi tidak percaya. Posisi Muhyiddin akhirnya menjadi tidak dapat dipertahankan setelah sekelompok anggota parlemen yang pernah bersekutu menarik dukungan, dan raja, Sultan Abdullah Sultan Ahmad Shah, berbalik melawannya.
Dia membuat tawaran terakhirnya untuk tetap berkuasa pada Jumat (13/8/2021), meminta anggota parlemen oposisi untuk mendukungnya dalam mosi tidak percaya, tetapi tawarannya ditolak. [**]