Metroterkini.com - Tiga kali mangkir, akhirnya Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kampar, Surya Darmawan, diperiksa jaksa penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Riau. Surya jadi saksi dugaan korupsi proyek pembangunan ruang rawat inap tahap III di RSUD Bangkinang.
Surya diketahui telah diperiksa di Kejati Riau pada Rabu (10/3/2021). Proses permintaan keterangan berlangsung di lantai 5 gedung Kejati Riau, dari pukul 11.00 WIB hingga 14.30 WIB.
Surya mengakui kalau dirinya dipanggil sebagai saksi. Namun, ia enggan menjelaskan terkait materi pemeriksaan terhadap dirinya. "Tanya penyidik saja," kata Surya.
Terkait informasi kalau dirinya adalah broker yang diduga mengatur proyek tersebut, Surya enggan mengomentarinya. Ia juga diam tentang peranannya di proyek tersebut.
Asisten Intelijen Kejati Riau, Raharjo Budi Kisnanto, mengatakan, pemeriksaan terhadap Surya dalam proses penyidikan. Jaksa penyidik masih mengumpulkan alat bukti guna menetapkan tersangka.
"Ini masih proses penyidikan. Dalam putusan MK (Mahkamah Konstitusi), kita harus menentukan minimal alat bukti dulu untuk menetapkan tersangka," kata Raharjo.
Raharjo menyebutkan, minimal ada dua alat bukti yang diperlukan jaksa penyidik untuk menetapkan tersangka.
Disinggung, apakah status Surya bisa berubah dari saksi menjadi tersangka, Asintel memberikan penjelasannya.
"Sesuai ketentuan dalam putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2014 itu, minimal harus seperti itu dulu. Jadi orang diperiksa dulu, nanti dari hasil pemeriksaan itu tadi dikaitkan dengan alat bukti yang lain, apakah sudah terpenuhi bahwa dialah pelakunya atau bukan," pungkas Raharjo.
Diketahui, penyidikan perkara ini dilakukan berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) nomor : PRINT-03/L.4/Fd.1/01/2021. Surat itu ditandatangani pada 22 Januari 2021 oleh Kepala Kejati (Kajati) Riau kala itu, Mia Amiati.
Terkait hal itu, penyidik langsung mengagendakan pemeriksaan sejumlah saksi. Di antaranya, Asmara Fitrah Abadi. Direktur RSUD Bangkinang periode 2017-2019, Andri Justian.
Pemeriksaan juga dilakukan kepada Abdul Jalil, Sudi Ridwan, Benny Tanardi, Taufik, Mayusri ST, Abdul Kadir Jailani, dan Minny Sulistyowati, Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kampar, Musdar, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kampar, Edward, dan seorang anggota Pokja, Dicky Rahmadi.
Informasi dihimpun, ada dua perusahaan ikut tender proyek ini, yakni, PT Gemilang Utama Alen berlokasi di Kompeks Bumi Sudiang Permai Jalan Perum Sudiang Raya Blok A 151 Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel). Perusahaan ini mengajukan penawaran senilai Rp46.492.675.038,79.
Satu perusahaan lagi adalah PT Razasa Karya. Namun, perusahaan itu kalah meskipun nilai penawarannya lebih rendah dari PT Gemilang Utama Alen, yakni Rp39.745.062.802,42. Untuk pengerjaan, PT Gemilang Utama Alen disebut menggandeng pihak lain atau pinjam bendera.
Diketahui, proyek itu sesuai kontrak seharusnya selesai pada akhir 2019. Namun hal itu tidak terwujud. Rekanan hanya mampu menyelesaikan dengan progres 92 persen.
Dilihat dari sisa kegiatan sebesar 8 persen lagi, itu bukan nilai yang cukup besar. Namun dari informasi yang didapat, sejumlah pekerjaan dengan nilai yang cukup besar masih tersisa. Seperti, pemasangan satu dari tiga unit lift. Begitu juga dengan sejumlah AC belum terpasang.
Selain itu, sejumlah pekerjaan yang telah dilakukan dinilai asal-asalan, seperti di bagian teras pintu utama gedung, di mana pekerjaan belum selesai, seperti lantai, plafon serta tiang utama.
Ditemukan juga beberapa dinding ruangan disulap menjadi tripleks, beberapa lorong ditemukan plafon sudah rusak parah, banyak yang bocor dan digenangi air. Beberapa tiang utama juga diketahui mengalami retak-retak.
Meski pekerjaan tidak selesai, rekanan tidak dimasukkan dalam daftar hitam atau blacklist. Hal itu baru dilakukan pada medio Agustus 2020. [**]