Warga Surau Gading Tuntut 20 Persen HGU PT. SAI

Warga Surau Gading Tuntut 20 Persen HGU PT. SAI
Tokoh Adat, Ninik Mamak Dan Masyarakat Desa Rambah Samo Usai Musyawarah Rakyat

Metroterkini.com - Ratusan warga Desa Rambah Samo, Kecamatan Rambah Samo, Kamis (17/10/19) sore, menggelar musyawarah rakyat, menyikapi akan berakhirnya Izin Hak Guna Usaha (HGU) PT. Sawit Asahan Indah (SAI) Per 31 Desember 2019 mendatang.

Musyawarah yang di gelar di pasar Surau Gading, desa Rambah Samo tersebut, dihadiri ratusan masyarakat serta tokoh masyarakat dan pemangku adat di Desa Rambah Samo.

Dalam musywarah tersebut, masyarakat sepakat meminta pemerintah tidak memperbaharui atau memperpanjang HGU PT.SAI sebelum Pimpinan PT. SAI memfasilitasi pembuatan  kebun sawit masyarakat sekitar perusahaan termasuk desa Rambah Samo, sesuai Permentan RI Nomor 98 Tahun 2013 dan Peraturan Menteri ATR BPN Nomor 7 Tahun 2017.

Jika Perusahaan tidak bersedia memenuhi permintaan masyarakat hingga 31 Desember, maka pada tanggal 1 Januari tahun 2020 masyarakat Surau Gading akan melakukan pemancangan hak perladangan mereka di HGU PT SAI.

Ketua panitia musyawarah Barman menyatakan, sesuai Permentan RI Nomor 98 Tahun 2013 dan Peraturan Menteri ATR BPN Nomor 7 Tahun 2017, PT.SAI memiliki kewajiban membuatkan kebun masyarakat seLuas 20 persen dari luas HGU yang akan diperpanjang.

“Berdasarkan informasi yang berhasil dirangkum, luas HGU PT. SAI itu ada sekitar 5200 Ha. Artinya, mereka punya kewajiban membangun kebun rakyat seluas 1040 ha untuk desa yang bersempadan termasuk desa Rambah Samo”, ucap Barman.

Meski tidak bersempadan langsung dengan lahan HGU PT SAI, masyarakat desa Rambah Samo memiliki alasan yang kuat masih memiliki hak atas HGU PT. SAI tersebut. Pasalnya, Lahan PT. SAI tersebut 50 persen diantaranya merupakan bekas perladangan masyarakat Rambah Samo yaitu masyarakat Surau Gading.

“Apalagi, pada awal berdirinya PT. SAI pada tahun 1990 melibatkan ninik mamak Surau Gading, namun sekarang masyarakat Rambah Samo dan Surau Gading sama sekali tidak dilibatkan dalam proses perpanjangan Izin HGU PT. SAI tersebut“, Ucap Amsiardi salah seorang tokoh masyarakat.

Pernyataan salah soerang tokoh masyarakat desa Rambah Samo tersebut juga dikuatkan dengan pengakuan Ketua LKA Rambah Samo Muhamad Nuh. Menurutnya, lahan bekas peladangan masyarakat Rambah Samo yang menjadi HGU PT. SAI tersebut adalah lahan ulayat kerajaan Rambah yang dihibahkan kepada ulayat Sigatal bersama Surau Gading.

“Kami punya bukti dokumen perjanjianya dan sebagian besar tokoh-tokohnya masih ada sampai saat ini", jelasnya.

Menurut M. Nuh, neski Desa Rambah Samo saat ini sudah dimekarkan menjadi enam desa, namun hal tersebut tidak serta merta membatalkan hak-hak tanah ulayat Desa Rambah Samo dan Surau gading,  sesuai kesepakatan ninik mamak Desa Rambah Samo  sebelum desa Rambah Samo  dimekarkan menjadi enam desa.  

“Kami masyarakat Rambah Samo merasa ditinggalkan padahal sebelum pemekaran, ada ketentuan dimana pemangku adat baru bisa menyetujui pemekaran desa Rambah Samo, bilamana desa pemekaran tersebut mengakui hak adat” Ucapnya.

M. Nuh berharap, PT. SAI dan pemerintah dapat menyelesaikan persoalan ini dengan baik serta memberikan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat desa Rambah Samo.

"Harapan masyarakat tidak muluk muluk mereka hanya minta perusahaan membantu memfasilitasi supaya mereka juga memiliki kebun atau setidaknya memberikan kompensasi kepada masyarakat jadi mari selesaikan ini dengan kebersamaan” Imbaunya.  

Pada awal PT. SAI berdiri pada Tahun 1990, desa Rambah Samo merupakan daerah sempadan dengan HGU PT SAI. Namun setelah dimekarkan menjadi enam desa, hanya ada tiga desa pemekaran Rambah Samo yang menjadi daerah sempadan dengan HGU PT. SAI yakni desa Lubuk Bilang, Teluk Aur dan Sungai Kuning.(man)

Berita Lainnya

Index