Metroterkini.com - Kepala Kejaksanaan Tinggi (Kajati) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) mangkir dari sidang praperadilan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang, Jl. Ahmad Yani, Jumat (20/9/2019). Pihak Kejati Kepri selaku termohon I dalam perkara ini tidak hadir tanpa ada pemberitahuan kepada majelis hakim.
Sementara KPK sebagai termohon II mengirim surat pemberitahuan tidak bisa hadir dan meminta sidang ditunda selama dua pekan. Begitu juga BPK Perwakilan Kepri sebagai termohon III tidak hadir. Sementara Pandapotan mewakili BPKP Kepri selaku termohon IV hadir memenuhi panggilan sidang.
Lantaran para termohon tidak lengkap hadir, hakim tunggal Guntur Kurniawan, SH terpaksa menunda sidang. “Sidang terpaksa ditunda karena para terohon tidak lengkap hadir. Sidang berikutnya akan diadakan tanggal 4 Oktober 2019,” katanya.
Guntur menegaskan pihaknya akan kembali mengurimkan surat panggilan kepada Kajati Kepri untuk menghadiri sidang praperadilan pada 4 Oktober 2019. “Kami akan panggil kembali Kajati,” tegasnya.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman selaku pemohon mengaku kecewa atas ketidakhadiran Kajati Kepri dalam sidang. Selaku penegak hukum, menurut dia, Kajati memberikan contoh yang tidak baik terhadap penegakan hukum.
“Sebaliknya, kejaksaan biasanya suka melakukan upaya paksa terhadap pihak-pihak yang tidak hadir dalam pemeriksaan perkara. Giliran mereka (kejaksaan) yang mau diproses hukum, mereka tidak mau hadir,” ujar Boyamin.
Itu sebabnya, Boyamin meminta hakim PN Tanjungpinang melakukan upaya paksa agar Kajati Kepri dapat hadir dalam sidang berikutnya yang akan digelar pada 4 Oktober 2019 dalam bentuk sidang kedua tetap dilanjutkan meski Kajati tidak hadir.
Sebelumnya, Boyamin mengajukan gugatan praperadilan ke PN Tanjungpinang atas mangkraknya penanganan perkara korupsi tunjangan perumahan DPRD Natuna.
Sidang yang digelar pada Jumat (20/9/2019) tersebut merupakan yang pertama kali hadapi Kejati Kepri di PN Tanjungpinang sejak Provinsi Kepri terbentuk pada 17 tahun silam.
Sidang digelar terkait gugatan MAKI melawan Kepala Kejaksanaan Tinggi (Kajati) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) atas mangkraknya penanganan perkara korupsi tunjangan perumahan DPRD Natuna.
Sidang praperadilan dipimpin hakim tunggal Guntur Kurniawan, SH dibantu panitera L. Siregar.
Boyamin mendaftarkan gugatan praperadilan atas mangkraknya penanganan perkara korupsi tunjangan perumahan DPRD Natuna di PN Tanjungpinang pada Rabu (28/8/2019). Gugatan itu didaftarkan dengan nomor registrasi 3/Pid.Pra/2019/PN Tpg.
Kasus korupsi tunjangan perumahan pimpinan dan anggota DPRD Natuna tahun 2011-2015 mencapai Rp 7,7 miliar. Menurut Boyamin, penanganan kasus tersebut sudah dua tahun menggantung di Kejati Kepri.
“Padahal, dalam proses penyidikan yang dilakukan sejak 2017 lalu, Kejati Kepri telah menetapkan lima orang tersangka. Dua di antaranya mantan Bupati Natuna, Raja Amirullah dan Ilyas Sabli,” ungkapnya.
Kemudian, kata Boyamin, Ketua DPRD Natuna periode 2009 – 2014 Hadi Chandra, termasuk Sekda Kabupaten Natuna periode 2011-2016 Syamsurizon yang juga pernah menjabat sebagai Ketua tim TAPD serta Makmur selaku Sekretaris Dewan (Sekwan) Natuna periode 2009-2012.
Dia menjelaskan, kelima orang tersebut ditetapkan jadi tersangka setelah tim penyidik tindak pidana khusus (Pidsus) di bawah pimpinan Kajati Keptri yang saat itu dijabat Yunan Harjaka, menyebutkan telah menemukan adanya alat bukti yang cukup dalam proses pengalokasian dan pencairan dana tunjangan perumahan unsur pimpinan dan anggota DPRD Natuna sejak 2011-2015.
Pemberian tunjangan perumahaan pimpinan dan anggota DPRD Natuna itu dialokasikan dari APBD Natuna sejak 2011-2015. “Pemberian tunjangan itu tanpa menggunakan mekanisme aturan serta tidak sesuai dengan harga pasar setempat, sehingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 7,7 miliar,” jelasnya.
Lebih jauh Boyamin menyatakan pihaknya sangat berkepentingan untuk membantu negara dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dalam bentuk menggugat praperadilan perkara yang mangkrak, termasuk perkara yang ditangani Kejati Kepri.
“Selain menggugat Kajati, kami juga menggugat KPK dan BPK, karena dianggap berperan atas mangkraknya perkara korupsi tunjangan perumahan DPRD Natuna,” ujarnya.
Boyamin juga menyatakan pihaknya telah lama me-listing perkara-perkara yang proses hukumnya mangkrak di sejumlah daerah. “Termasuk perkara yang di Kepri ini, karena sudah ditetapkan jadi tersangka selama dua tahun dan perkaranya korupsi yang melibatkan banyak pejabat di daerah ini. Namun, proses hukum kasus ini sepertinya tenggelam,” katanya.
Padahal, menurut Boyamin, pada awal-awal pengungkapan kasus korupsi tersebut sangat gegap gempita dan terpublikasi secara masif.
Boyamin menduga mangkraknya penanganan kasus tersebut lantaran ada dua atau tiga tersangka menjadi anggota partai politik berkuasa yang terafiliasi dengan Kejaksaan Agung.
“Tampaknya para tersangka ini merasa aman karena mereka bergabung dengan partai penguasa yang terafiliasi dengan Kejaksaan Agung,” katanya. [rls-asyiri]