Dana Pendidikan Anak Aman dengan Investasi Saham 

Dana Pendidikan Anak Aman dengan Investasi Saham 

Metroterkini.com - PT Reliance Sekuritas Indonesia Tbk (RELI) memberi saran agar investor ritel untuk memanfaatkan momentum gejolak pasar saham, seperti tengah terjadi saat ini, untuk masuk ke bursa saham dengan melakukan investasi jangka panjang. 

Anita, Direktur Utama RELI, menyampaikan bahwa di saat pasar tengah volatile, ditandai dengan gejolak penurunan IHSG merupakan momen paling tepat untuk masuk ke bursa, dengan membeli saham-saham pilihan dengan harapan di masa depan mendapat return alias imbal hasil maksimal. 

Menurut Anita, jika seorang investor memiliki tujuan investasi dalam jangka panjang, seperti menyiapkan dana pendidikan anak, atau juga menyiapkan kebutuhan dana pensiun, maka pilihan investasi yang paling tepat seharusnya instrumen yang memiliki potensi return tinggi dalam jangka panjang, dalam hal ini saham.   

"Misal, jika seorang investor memiliki tujuan investasi untuk memenuhi dana pendidikan anak di masa depan, maka pilihan investasi harus saham. Begitu juga misal untuk kebutuhan dana pensiun, instrumen saham juga yang paling pas," ucap Anita, kepada media, Kamis (7/6/2018). 

Tentu saja, dalam setiap investasi, ada faktor risiko. Nah, hal ini juga tetap harus diperhatikan dengan seksama. Yang pasti, dalam investasi jangka panjang, investor harus rutin dan menyisihkan dana secara berkala namun berkelanjutan agar target dan tujuan investasi bisa tercapai. 

Kalaupun terjadi penurunan dalam hal nilai investasi saham, menurut Anita, hal itu sangat wajar. Namun, dalam jangka panjang, di atas 10 tahun, pergerakan IHSG selalu positif dan mampu memberi imbal hasil optimal. Tentu saja, selalu cermati berbagai hasil riset dan analisa pasar saham, termasuk yang diberikan oleh RELI. 

Pada dasarnya, kata Anita, dalam berinvestasi jangka panjang akan melewati fase-fase yang dapat mengurangi risiko. Misal, di tahap pengumpulan kekayaan, maka investor harus memilih instrumen yang memiliki tingkat pertumbuhan tinggi, yang tentunya memiliki risiko tinggi pula. 

Nah, jika sudah mendekati waktu pengambilan dana investasi, katakan dalam kurun waktu satu tahun lagi, maka strategi diubah lagi dengan cara dipindahkan ke instrumen yang relatif lebih moderat, dengan harapan dana tersebut tidak tergerus manakala terjadi gejolak pasar yang datang tiba-tiba. 

"Dengan strategi itu, maka investor bisa menjaga kekayaan yang sudah didapat selama masa investasi. Bisa saja, setelah investasi saham langsung, kemudian dialihkan ke reksadana saham. Setelah makin dekat ke masa pencairan dana, dapat juga ditempatkan ke reksadana pendapatan tetap, dengan begitu imbal hasil investasi selalu terjaga dari potensi tergerus gejolak pasar," ujar Anita. 

Tak kalah penting, Anita mengingatkan, faktor inflasi yang tinggi dimana tiap tahun memiliki kecenderungan terus naik, juga ditambah dengan faktor ekonomi makro seperti defisit transaksi berjalan (current account) yang bisa saja melebar secara tiba-tiba, maka sudah tidak ada alasan lagi menunda investasi. 

Saat market sedang bergerak dalam tren pelemahan, tidak sedikit investor yang mengatakan bahwa pasar modal tidak menarik, sehingga banyak yang beralih ke deposito. Padahal, penilaian itu tidak tepat, apalagi untuk mereka yang punya rencana jangka panjang, misal untuk dana pendidikan anak. 

Deposito dan tabungan, kata Anita, bukan sebagai instrumen yang tepat untuk berinvestasi di tengah perlambatan ekonomi, inflasi yang tinggi. 

Faktor seperti defisit transaksi berjalan, inflasi, risiko kredit dan pajak atas bunga akan menggerus nilai uang, maka instrumen seperti tabungan dan deposito tidak tepat untuk investasi jangka panjang. 

Kata Anita, apabila seorang investor meyakini pertumbuhan ekonomi ke depan akan lebih baik, maka tentunya harus memiliki kesadaran untuk segera berinvestasi, terutama di pasar saham. [***]

Berita Lainnya

Index