Metroterkini.com - Bocornya data 1 juta pengguna Facebook Indonesia ke Cambridge Analytica dinilai oleh Pakar Digital Marketing Indonesia, Anthony Leong sebagai momentum yang pas bagi Facebook untuk membangun server di Indonesia guna mengamankan data pengguna dari penyalahgunaan.
“Facebook telah melanggar UU ITE dengan membagikan data para penggunanya ke Cambridge Analaytica untuk diolah. Munculnya masalah ini seharusnya jadi momentum Kemenkominfo untuk memaksa Facebook segera membuat servernya di Indonesia,” ujar Anthony di Jakarta, Selasa (10/4/2018).
Cara yang digunakan oleh Cambridge Analytic, dikatakan Anthony besar kemungkinan akan dimanfaatkan untuk kepentingan Pemilu 2019. Sama dengan yang terjadi pada Pilpres Amerika Serikat pada 2016 lalu dimana Donald Trump berhasil membuktikan efektifitas big data dari media sosial. Padahal secara survei popularitas Hillary Clinton sebagai pesaing utama Trump menempati posisi yang jauh lebih unggul.
“Big Data ini bisa menjadi semacam strategi baru pemenangan pemilu. Para pengguna facebook terutama yang mengakses aplikasi-aplikasi kuis, secara tidak sadar telah menyerahkan data personal mereka seperti hal-hal apa yang mereka sukai, siapa saja teman-teman mereka, apa pekerjaan mereka dan lain sebagainya. Hal tersebut dapat disalahgunakan untuk kepentingan politik,” ungkap CEO Menara Digital itu.
Media sosial Facebook dan platform lainnya seperti WhatsApp dan Instagram disebutkan Anthony juga mampu melacak isi percapakan dan mengetahui kontak telepon penggunanya. Fungsionaris Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) itu meminta Facebook agar lebih berhati-hati dan memiliki sistem keamanan yang lebih baik ke depan.
Seperti diberitakan dalam siaran pers Facebook, Rabu, (4/4), platform besutan Mark Zuckerberg ini telah ‘membocorkan’ sebanyak 87 juta data ke Cambridge Analytica di seluruh dunia. Dari jumlah itu, 70,63 juta pengguna (81,6%) yang datanya disalahgunakan berasal dari Amerika Serikat. Di peringkat kedua, data pengguna Filipina yang bocor mencapai 1,175 juta atau 1,4% dari total kebocoran data. Sementara Indonesia di peringkat ketiga dengan jumlah 1,096 juta atau sekitar 1,3% dari total kebocoran. Selain itu ada juga data pengguna Inggris, Mexico, Kanada, India, Brazil, Vietnam, dan Australia yang datanya turut disalahgunakan. [***]