EMP Malacca Strait Abaikan Lingkungan Pulau Padang

EMP Malacca Strait Abaikan Lingkungan Pulau Padang

Metroterkini.com - PT. Energi Mega Persada Tbk (EMP) dulunya bernama Kondur Petroleum S.A perusahaan yang didirikan di bawah hukum Nasional Republik Panama pada 17 Desember 1967, perusahaan ini menandatangani Kontrak Kerja Sama (KKS) dengan pemerintah Indonesia pada 05 Agustus 1970 untuk sebagai operator pengelola konsesi Migas (Minyak dan Gas) Blok Selat Malaka seluas 39.550 Kilometer Persegi, namun setelah adanya pembaharuan kontrak sekarang seluas 9.492 Kilometer Persegi mencakup Pulau Padang Kec. Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti dan sekitarnya.  

Pada pertengahan tahun 1995, Far Eastern Hydrocarbons Ltd. yang dimiliki oleh Kelompok Usaha Bakrie, mengakuisisi Resources Holding Incorporation, perusahaan induk Kondur Petroleum S.A. selain itu juga membeli seluruh saham operator Blok Selat Malaka. Kemudian Pada 16 Februari 2003 Energi Mega Persada Tbk mengambil alih seluruh kepemilikan Kondur Petroleum S.A dan nama Kondur Petroleum S.A. sendiri sejak 12 Juni 2012 telah berubah menjadi EMP Malacca Strait S.A.

Iman SJ Putera daerah Pulau Padang menyampaikan “Jika merujuk pada Undang-undang No. 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi, terutama pasal tentang azas dan tujuan dari penyelenggaraan usaha minyak dan gas bumi, tentunya harus berlandaskan ekonomi kerakyatan, kemakmuran bersama, kesejahteraan rakyat dan yang tidak kalah pentingnya adalah berwawasan lingkungan.

“Namun yang kita dapati hari ini, selama 23 tahun Bakrie Grup menguasai Kontrak Kerja Sama untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya alam berupa minyak bumi dan gas yang ada di Pulau Padang maka yang kita saksikan adalah kemiskinan dan ketertinggalan. Kabupaten Kepulauan Meranti masuk kategori kabupaten termiskin di Indonesia,” ungkap Iman

“Jika kita telisik kemiskinan itu di kampung-kampung maka Desa Bagan Melibur di Pulau Padang yang merupakan daerah ring 1 dari kegiatan usaha Migas Bakrie Grup dan di situ jugalah satu diantara kantong kemiskinan di Meranti itu berada, dan ini merupakan representative kecil dari angka kemiskinan di Meranti sebesar 29,8 persen sesuai data BPS. Sangat kita sayangkan karena kondisi ini kontras dengan Sumber Daya Alam (SDA) yang berlimpah di Meranti, seperti minyak, gas, timah, hutan, mangrove dan sagu”.

Selain soal kesejahteraan masyarakat kegiatan eksploitasi Migas EMP Malacca Strait S.A juga berpengaruh sangat signifikan terhadap degradasi dan deforestasi landskap gambut (peatland) yang ada di Pulau Padang.

Dipihak lain. Isnadi Esman Sekretaris Jenderal Jaringan Masyarakat Gambut Riau (JMGR) menjelaskan“Ya, dari hasil riset Jaringan Masyarakat Gambut Riau (JMGR) bersama akademisi universitas di Riau tahun 2016, terjadi penurunan permukaan tanah gambut berkisar antara 10 – 12 centi meter / tahun akibat dari aktifitas eksplotasi Migas di Pulau Padang, terutama akibat adanya pengeboran bawah permukaan gambut dan pembangunan drainase saluran air yang lebar dan aliranya langsung ke laut dan sungai”.

“Fakta ini tentunya sangat berdampak terhadap kehidupan masyarakat di daerah yang mengalami penurunan permukaan tanah (subsiden) tersebut, misalnya saja dengan kondisi yang kering maka akan memicu terjadinya kebakaran hutan dan lahan, tentunya juga berpengaruh terhadap lahan pertanian dan perkebunan masyarakat, dan jika tidak ada treatment khusus maka akan mengancam eksistensi pulau dengan resiko tenggelam,” kata Isnadi.

"Kita berharap ada manajemen yang lebih baik yang mengutamanakn kesejateraan masyarakat untuk mengelola Migas di Pulau Padang. Pemerintah baik daerah maupun pusat harus mampu memaksimalkan sumber daya alam yang ada ini untuk kehidupan masyarakat yang lebih baik. Tidak perlu ada perusahaan yang mengelola hanya untuk kepentingan dan kekayaan sepihak”. [rls]

Berita Lainnya

Index