Metroterkini.com - Ketua DPR Setya Novanto dipastikan tak akan memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ketua Umum Partai Golkar tersebut rencananya diperiksa sebagai tersangka kasus e-KTP, hari ini Rabu (15/11/2017).
"Surat resmi sudah saya kirim. Saya yang kirim dan tanda tangani sendiri. Saya kirim kepada penyidik," ujar pengacara Setya Novanto, Freidrich Yunadi, saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu (15/11/2017).
Alasan dia melarang kliennya untuk hadir ke KPK masih sama. Dia beralasan, pihaknya masih menunggu hasil uji materi di Mahkamah Konstitusi terkait Pasal 16 dan Pasal 46 ayat (1) dan (2) UU KPK.
"Sambil menunggu hasil putusan MK terhadap judical review yang diajukan," kata dia.
Terkait dengan wacana penjemputan paksa terhadap Setya Novanto jika kembali mangkir dalam pemeriksaan oleh penyidik, dia malah beranggapan KPK tidak mengerti hukum.
"Kalau begitu kan berarti KPK tidak mengerti hukum, kan gitu. Kan harus tahu, anggota dewan termasuk Beliau Ketua Dewan mempunyai hak imunitas yang tertera dalam UUD 45. UUD 45 tiada seorang pun bisa melawan termasuk Presiden. Kalau KPK melawan berarti dia melakukan kudeta," kata Yunadi.
Menurut dia, saat MK memutuskan pihaknya juga belum tentu membiarkan Setya Novanto untuk datang memenuhi panggilan penyidik.
"Putusan itu kan bisa iya, bisa tidak. Kalau iya berati tidak perlu hadir selamanya. Kalau tidak, mau enggak mau kita harus tunduk pada hukum. Hukum adalah panglima di Republik Indonesia. Marilah semua pihak itu, termasuk media menghormati hukum. Jangan kipas-kipas, memanas-manasi ya," ujar Yunadi.
Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta kepada Ketua DPR Setya Novanto atau Setnov untuk kembali membaca dan menelaah Undang-Undang Nomor 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
Hal tersebut dikatakan Juru Bicara KPK Febri Diansyah terkait dengan pernyataan kuasa hukum Setnov, Fredrich Yunadi yang mengatakan pemanggilan terhadap Setnov harus berdasarkan izin presiden.
"Karena alasan imunitas ataupun dibutuhkannya persetujuan tertulis dari Presiden sebenarnya kalau kita baca UU MD3 secara hati-hati tidak ada ketentuan seperti itu," ujar Febri di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (14/11/2017).
Kuasa hukum Setnov meminta kliennya untuk tak menghadiri pemeriksaan penyidik KPK karena berlindung pada UU MD3 Pasal 244 dan Pasal 245 ayat (1). Menurut Febri, dua pasal tersebut tidak bisa digunakan oleh anggota DPR yang diduga terlibat kasus tindak pidana korupsi.
"Tentu saja dalam konteks dugaan tindak pidana korupsi, imunitas tidak bisa digunakan di sana. Karena berisiko sekali kalau dengan alasan imunitas seseorang anggota DPR tidak bisa diperiksa dalam kasus-kasus dugaan tindak pidana korupsi," kata Febri dilansir liputan6. [***]