Metroterkini.com - Perkembangan teknologi yang kian agresif, juga berimbas pada sektor perindustrian. Dalam hal ini, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah merumuskan sejumlah kebijakan untuk mendongkrak daya saing di kancah nasional.
Salah satunya adalah penerapan revolusi industri ke-4, atau disebut sebagai "Industry 4.0". Revolusi ini akan ditandai dengan semakin eratnya keterkaitan antara manusia, mesin, dan sumber daya alam lewat konvergensi teknologi informasi. Era Industry 4.0 juga akan menjadi jembatan antara dunia digital dengan sektor industri.
Maka dari itu, Indonesia akan menyelaraskan ekosistem industri yang tadinya masih bertumpu pada proses konvensional ke cara yang lebih digital. Salah satu sinergi yang akan dilakukan pemerintah adalah dengan membangun pabrik pintar alias smart factory.
Seperti disampaikan Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (Ilmate) Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawirawan, Smart Factory akan menggunakan instrumen dan komponen elektronik berbasis Internet of Things (IoT).
Jadi, semua perangkat pabrik akan terhubung dan bisa berkomunikasi satu sama lain. Namun demikian, pria yang akrab disapa Putu ini tidak ingin perangkat IoT yang kelak digunakan pada pabrik adalah perangkat impor.
"Industry 4.0 pasti akan dimulai dengan yang namanya smart factory, pasti ada banyak menggunakan IoT. Jadi jangan sampai IoT yang digunakan itu banyak impor," ujar Putu saat ditemui Tekno Liputan6.com usai mengisi sesi di seminar "Bangga Produk TI Indonesia, Indonesia Bisa!!" yang dihelat Forum IndoTelko di Balai Kartini, Jakarta, Rabu (30/8/2017).
Diterangkan olehnya lebih lanjut, pabrik pintar ini akan seperti pabrik biasa, layaknya pabrik manufaktur mobil, perangkat elektronik, dan lain sebagainya. Namun, ia menegaskan penerapan perangkat IoT pada pabrik pintar tak akan mengintervensi tenaga kerja manusia.
"Yang jelas, tak akan menggantikan tenaga manusia dengan tenaga mesin yang terautomasi. Kami sekarang sedang melakukan kajian mengantisipasi Industry 4.0 jangan sampai menganggu industri konvensional yang selama ini labor intensive, yang diarahkan Industry 4.0 pada produk-produk yang high tech. Jadi jangan kaya pabrik sepatu pakai robot, nggak kaya gitu," imbuhnya.
Putu mengaku, saat ini pihak Badan Litbang Kemenperin tengah mengkaji dan mengidentifikasi industri mana saja yang berhak masuk ke daftar pabrik pintar Industry 4.0. Intinya, ia ingin semua perangkat IoT yang digunakan di dalam pabrik benar-benar buatan lokal.
"Jangan sampai kami sudah identifikasi, tool IoT-nya jangan banyak impor. Oleh karena itu lewat forum Seminar Indotelko ini kita sama sama mengidentifikasi mana mana yang kita bisa produksi ke depannya," pungkasnya.
3 Fokus Penguatan Kebijakan Industry 4.0
Seperti diwartakan sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, pihaknya membutuhkan tiga penguatan kebijakan untuk menerapkan revolusi Industry 4.0.
Pertama, pelaksanaan pendidikan vokasi untuk peningkatan kualitas SDM industri melalui penyusunan dan penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bidang industri, peningkatan kapasitas dan fasilitasi pembentukan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) dan Tempat Uji Kompetensi (TUK), serta penyusunan program diklat berbasis kompetensi.
Kedua, pemanfaatan teknologi digital untuk membantu industri kecil dan menengah (IKM) dalam menembus pasar luar negeri melalui e-smart IKM.
“Program ini diharapkan akan membantu IKM untuk mendapatkan bahan baku dan teknologi dengan harga relatif murah dengan mekanisme pembiayaan yang mudah dan murah sehingga akan meningkatkan daya saing IKM,” katanya.
Ketiga, kolaborasi sistem riset dan pengembangan yang dilaksanakan guna menentukan arah industri ke depan. Kolaborasi ini meliputi riset pasar, akuisisi teknologi, penumbuhan dan pengembangan inovasi, penyusunan rancangan produk, penguatan sistem produksi, serta pemasaran.[**]