Metroterkini.com - Target pemerintah membangun 4 juta unit rumah murah hingga 2019 terancam tidak terealisasi. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah anggaran Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang semula Rp9,7 triliun menjadi Rp3,1 triliun.
Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda, dana tersebut tidak cukup untuk proyek membangun 4 juta unit rumah murah.
"Kami ingatkan betul saat ini dana itu tidak akan cukup," kata Ali
Anggaran FLPP itu semakin minim dikaitkan dengan kondisi yang dihadapi proyek rumah murah di antaranya harga tanah. Kehadiran spekulan tanah membuat harga tanah makin meroket. Jika pemerintah tidak serius mengendalikan dan mengontrol spekulan tanah, harga tanah yang tinggi akan membebani pengembang serta konsumen kelas bawah.
Ali mengingatkan pemerintah untuk membentuk pengendali harga tanah. Tanpa pengendali harga tanah, harga tanah akan sulit terjangkau. Selain itu, perlu juga dibentuk bank tanah untuk menyediakan pasokan lahan rumah murah.
"Bank tanah untuk menjamin kelangsungan program rumah murah," ujarnya.
Faktor lain yang turut mengancam program rumah murah adalah pemerintah yang lebih menggeber program maritim dan didorongnya proyek infrastruktur.
Padahal keberadaan rumah murah ini ditujukan pemerintah untuk mengatasi backlog yang telah mencapai 11,6 juta rumah. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono pada Sabtu (12/8) 4 juta unit rumah murah ini diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah dengan anggaran Rp72 triliun.
Mengenai backlog, Ali melihat pemerintah telah melakukan sejumlah terobosan inovatif dengan teknologi baru yang bisa diadopsi. Contohnya, rumah kayu dengan teknologi tinggi, tahan gempa, dan anti air. Rumah dengan model seperti ini harganya lebih murah.
Berdasarkan laporan McKinsey Global Institute (MGI), sekitar 330 juta rumah tangga yang bermukim di perkotaan di seluruh dunia tinggal di perumahan di bawah standar. Kemudian sekitar 200 juta rumah tangga di negara berkembang tinggal di daerah kumuh.
Prediksi MGI pada 2025, sekitar 440 juta rumah tangga perkotaan di seluruh dunia - sekitar 1,6 miliar orang - akan menempati perumahan yang tidak memadai, tidak aman, karena tidak punya akses finansial. [**]