Spekulan Tanah Hambat Program Proyek Rumah Murah

Spekulan Tanah Hambat Program Proyek Rumah Murah

Metroterkini.com - Rencana pemerintah membangun 4 juta unit rumah murah hingga 2019 dinilai akan sulit terealisasi jika pendekatan yang digunakan tak berubah. Program itu juga makin berat jika pemerintah tak bisa mengendalikan harga tanah. 

Tanpa ada kendali dan kontrol terhadap spekulan tanah, harga tanah dipastikan akan melambung tinggi. Selain membebani pengembang, ujungnya menyulitkan konsumen kelas bawah. Program pun bisa berantakan. Belum lagi program rumah murah berbenturan dengan sejumlah proyek infrastruktur yang tengah dikebut. Dana yang disediakan bisa makin menciut.  

"Dengan adanya pembangunan infrastruktur, tanpa perencanaan wilayah yang jelas akan mendongrak nilai tanah, dengan ini pemrintah harus memikirkan bagaimana pengendalian tanah bisa berjalan. Perlu dibentuk adanya pengendalian harga tanah, agar semua bisa terealisasi," tegas Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda, kepada media, kemarin (13/8).   

Sebelumnya, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono pada Sabtu (12/8) menargetkan membangun sebanyak 4 juta unit rumah murah hingga 2019 yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah dengan anggaran Rp72 triliun.

Menurut Basuki, target 4 juta rumah murah itu ditetapkan dengan mengacu pesatnya progres pembangunan rumah murah hingga tahun ini. Program itu sekaligus mengatasi backlog yang telah mencapai 11,6 juta rumah.

Ali mengingatkan, dari sisi anggaran, program membangun rumah murah makin berat di tengah fokus pemerintah yang lebih menggeber program maritim dan didorongnya proyek infrastruktur. 

Terbukti, anggaran Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dari semula dari Rp9,7 triliun dipangkas menjadi Rp3,1 triliun.

"Kami ingatkan betul bahwa saat ini dana tersebut tidak akan cukup dengan rencana pemerintah untuk membangun rumah murah," ujar Ali. 

Untuk itu, pemerintah perlu segera merealisasikan pembentukan bank tanah sebagai upaya untuk menjamin kelangsungan program rumah murah. Kenaikan harga properti yang luar biasa  menyisakan kekhawatiran laju kenaikan harga tanah yang semakin tinggi sehingga pasokan lahan untuk rumah rakyat semakin terpinggirkan. 

Di sisi lain, untuk melaksanakan public housing, sebaiknya pemerintah mengambil peran utama. Swasta bisa diberi peran, namun tidak dominan karena dikhawatirkan motif bisnis selalu diutamakan. 

Pemerintah pun, dalam meminimalkan backlog, bisa melihat berbagai terobosan-terobosan inovatif di sektor properti. Ada banyak model teknologi baru yang bisa diadopsi. Seperti rumah kayu dengan teknologi tinggi, tahan gempa, anti air, dan dari sisi harga jauh lebih murah.

Ini artinya, solusi yang tepat dan memadai tidak hanya mencakup penyediaan sejumlah rumah berkualitas terjangkau, namun juga keberlanjutan jangka panjang dengan cara yang ramah lingkungan. Sistem bangunan yang menggunakan bahan bangunan kayu rekayasa tahan api dinilai dapat memenuhi kebutuhan perumahan yang terjangkau dengan cara yang ramah lingkungan, hemat biaya dan efisien (cepat).  

Mengutip Laporan McKinsey Global Institute (MGI) paling baru, saat ini 330 juta rumah tangga perkotaan di seluruh dunia tinggal di perumahan di bawah standar. Sementara sekitar 200 juta rumah tangga di negara berkembang tinggal di daerah kumuh.  

MGI memperkirakan bahwa pada tahun 2025, sekitar 440 juta rumah tangga perkotaan di seluruh dunia - setidaknya 1,6 miliar orang - akan menempati perumahan yang tidak memadai, tidak aman, karena tidak punya akses finansial. 

Agar prediksi MGI tak terjadi, berbagai terobosan teknologi properti harus diadopsi. Misal menggunakan produk kayu kimia tahan api non-polusi dalam bahan bangunan rumah kayu menjamin keamanan rumah yang dibangun, baik tunggal maupun multi-lantai.

Penggunaan kayu rekayasa ini juga sangat pas dengan melimpahnya pasokan kayu di Hutan Tanaman Industri. Belum lagi hutan tanaman yang ditanam kembali akan menghasilkan sumber daya kayu berkelanjutan yang terus tumbuh setiap tahunnya yang pada akhirnya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan perumahan yang terus tumbuh.

Hitungan McKinsey Global Institute, rumah yang terbuat dari kayu rekayasa jauh lebih murah daripada rumah beton dan bata dengan ukuran yang sama.  Biasanya, harga akan setidaknya sekitar 30% lebih murah, menyadari efisiensi skala, pembuatan dan produksi otomatis, biaya pondasi lebih murah, konstruksi yang cepat dan biaya pembiayaan yang jauh lebih murah. Selain tahan api, bahan juga tahan air, tahan cuaca, tahan rayap, shock-proof dan load-bearing.

Karena komponen rumah kayu yang direkayasa seperti dinding, pintu, atap dan lantai akan diproduksi sepenuhnya di pabrik dan disatukan di lokasi, memungkinkan membangun rumah dengan cepat, efisien dan dengan kualitas yang konsisten. [**]

Berita Lainnya

Index