Metroterkini.com - Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Inhu, Gilung membeberkan asal usul pengelolaan ratusan hektar lahan hutan Bukit Betabuh Se-Indah (BBSI) di kawasan adat desa Sei Ekok dan Talang Durian Cacar Kecamatan Rakit Kulim Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Senin (29/5) sekira pukul 11.17 WIB di desa Kuala Kilan.
Menurut Gilung, oprasional tersebut diawali oleh surat kuasa dari patih adat Talang Mamak, Majuan kepada salah seorang oknum, AN yang konon tinggal di desa Bukit Lipai. Alhasil, AN pun menggandeng investor asal Jakarta dengan inesial M. Tak luput siapa bapak dalangnya, tersebutlah nama Gading juga mantan Kades Sei Ekok yang ternyata ada dibalik rencana penguasaan lahan ratusan hektar tersebut.
Dan rencana penguasaan lahan hutan yang masih dalam kawasan BBSI itu, juga pernah diperingatinya. Bahwa lahan hutan akasia yang masih berstatus hutan negara itu tengah ia perjuangkan agar pemerintah melepaskannya hingga bisa dikuasai secara sah oleh masyarakat adat Talang Mamak.
Namun sayang seribu kali sayang, masih dalam proses perjuangan justru ratusan lahan hutan akasia tersebut kini sudah dibuka oleh investor melalui percaturan Gading dan Anto dengan senjata Surat Kuasa dari Patih Majuan.
Ketua AMAN Inhu yang satu ini mengaku begitu kecewa atas kebijakan sang Patih," beraninya dia melepas hutan negara yang masih kita perjuangkan," ulas Gilung.
Selanjutnya dengan penguasaan lahan hutan akasia BBSI juga diindikasi kuat telah terjadi sistem jual beli, dimana sebelumnya Gilung juga pernah mempertanyakan jika ratusan hektar itu memiliki 80 surat dan 10 diantaranya dibuat dan ditandatangani oleh Pj Kades Sei Ekok saat ini, Wawan. Sementara 70 surat tanah belum jelas apakah dibuat atau hanya jaminan semata dari sang Patih.
Membawa kecewa dan putus asa, Gilung pun pasrah, jika masalah penumbangan hutan BBSI itu terserah kepada pihak pihak yang berwewenang. Artinya, apapun konsekwensinya, dan terlepas salah atau benar itu tergantung ketentuan hukum yang berlaku."Saya pasrah, benar atau salah itu biarlah pihak yang berwewenang yang menindak lanjuti sesuai peraturan yang ada," ucapnya.
Bahkan Gilung sempat membeberkan banyaknya kasus Gading yang menjual ratusan hektar hutan BBSI. Tak hanya itu, pengelolaan para oknum juga meraja lela di hutan tersebut. Kini hutan wilayah adat Talang Mamak yang masih dalam kawasan BBSI perlahan musnah sejak pihak investor jakarta itu belum datang dan bekerjasama dengan mantan Kades Sei Ekok, Gading.
"Hutan wilayah adat yang masih kami perjuangkan agar bisa kami kelola justru perlahan musnah oleh operasi operasi di bawah tangan," ujar Gilung.
Mirisnya, menurut Ketua AMAN Inhu yang satu ini, hadirnya pihak investor mengelola lahan hutan akasia itu kini telah menimbulkan konflik antar 2 masyarakat adat, yakni desa Sei Ekok dan desa Talang Durian Cacar. Masing masing adat di dua desa itu saling klaim jika areal hutan BBSI adalah milik mereka. Sebagian masyarakat desa Sei Ekok pro Gading keukeuh mempertahankan setiap jengkal tanah tersebut dan membela sang investor. Sebaliknya masyarakat Talang Durian Cacar pun demikian akan mempertahankan setiap jengkal tanah yang ada dikawasan itu.
Terkait pembuatan surat tanah di kawasan BBSI, Pj Kades Sei Ekok,Wawan justru menyangkal kuat saat dikonfirmasi belum lama ini. Wawan justru akan mencari siapa pembuat surat tanah yang dimaksud jika ada menurut wawan berarti ia telah didustai oleh orang orang yang punya kepentingan.
"saya tak pernah membuat surat itu, tapi entah jika ada yang bohong pada saya yang tanpa saya sadari ternyata surat di hutan itu," tukasnya.[frs]