Metroterkini.com - Polisi Thailand mengungkap kasus perdagangan tiga ton sisik trenggiling yang ditujukan untuk pasar Asia. Sisik trenggiling terbuat sepenuhnya dari keratin, bahan yang juga terdapat pada kuku manusia. Bahan ini dihargai sangat tinggi di Vietnam dan China yang menganggapnya sebagai obat berkhasiat.
Kebutuhan yang meroket membuat sejuta trenggiling diburu dari hutan-hutan Asia dan Afrika satu dekade ini. Akibatnya, hewan pemalu ini menjadi salah satu spesies langka yang terancam punah.
Kamis (2/2/2017), sebagaimana diberitakan AFP, polisi menunjukkan hampir 3 ton sisik trenggiling yang dikemas dengan kantong plastik putih. Bagian tubuh hewan ini disita dari dua pesawat kargo di bandara Bangkok.
Barang selundupan ini dikirim dari Kongo melalui Turki dan sampai di Laos sebelum masuk ke Thailand. Negara ini adalah tempat transit kunci untuk sindikat penyelundup di kawasan.
"Ini adalah penyitaan (sisik trenggiling) yang pernah kami lakukan," kata Mayor Jenderal Worapong Thongpaiboon, pelaksana tugas komandan Divisi Kejahatan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, kepada AFP.
Direktur Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Hewan Langka (CITES) mengatakan sisik trenggiling ini sudah hampir pasti dikirimkan ke China dan Vietnam. Di sana, harga barang haram ini bisa mencapai $1.700 per kilogram atau Rp228 juta.
"Setelah konsumen membersihkan dan mengeringkan sisik, mereka menggoreng dan mencampurnya dengan obat tradisional yang mereka percaya bisa menyembuhkan kanker dan meningkatkan kemampuan seksual," kata Somkiat Soontonpitakkool kepada AFP.
Padahal, tidak ada bukti ilmiah yang mendukung khasiat sisik trenggiling untuk kesehatan.
Steve Galster, direktur eksekutif kelompok anti-penyelundupan Freeland, menyambut baik aksi polisi meski menekankan bahwa tindakan seperti ini kerap tidak dikuti penangkapan para pelaku.
"Dengan kejahatan hayati mereka menyita, menganggapnya selesai dan berlalu," ujarnya.
"Kejahatan hayati masih belum jadi perhatian kebanyakan pemerintah. Mereka tidak diberi perintah untuk berfokus pada masalah ini, jadi biasanya mereka menganggap penyitaan saja sudah cukup. Itu masalahnya," kata Galster. [mer-cnn]