Metroterkini.com - Wakil Menteri Pertahanan Myanamar, Myint Nwe, meminta masyarakat dunia memberikan pemerintahnya "ruang dan waktu" untuk menyelesaikan krisis kemanusiaan yang menimpa etnis minoritas Muslim Rohingya.
"Memberi waktu dan ruang sangat penting bagi keberhasilan pemerintah Myanmar mencari solusi berkelanjutan dari masalah yang kompleks ini," tutur Nwe dalam forum pertahanan yang diselenggarakan di Singapura, Senin (23/1).
Nwe mengatakan, dunia internasional seharusnya bekerja sama membantu negaranya menyelesaikan krisis kemanusiaan ini dengan mencari "solusi abadi", bukan malah menekan dan mengecam Myanmar.
Seperti dilansir cnnindonesia, Ia menuturkan pemerintah Myanmar sepenuhnya menyadari kekhawatiran komunitas internasional mengenai laporan kekerasan di negara bagian Rakhine, tempat mayoritas kaum Rohingya tinggal. Namun ia memastikan, pemerintah Myanmar berkomitmen mengatasi masalah ini dan menghukum para pelaku kejahatan.
"Pemerintah tidak membiarkan begitu saja setiap pelanggaran hak terhadap warga sipil terjadi. Tindakan hukum akan diambil menanggapi setiap klaim [pelanggaran] yang dapat dibuktikan," kata Nwe.
Komentar ini dilontarkan Nwe menanggapi Menteri Pertahanan Malaysia, Hishammuddin Hussein yang memperingatkan bahwa situasi keamanan di Rakhine bisa dimanfaatkan oleh kelompok radikal seperti ISIS yang berupaya mencari markas baru di Asia Tenggara.
Isu Rohingya, tuturnya, menguji solidaritas ASEAN yang seharusnya tidak tinggal diam melihat penyiksaan terhadap kaum Rohingya terus terjadi. Menurut Hishammuddin, konflik ini membuat umat Muslim sangat emosional.
Kaum Rohingya kembali menjadi sorotan publik internasional akibat kekerasan dan sikap represif aparat keamanan terhadap mereka selama beberapa bulan terakhir.
Bentrokan bermula saat sejumlah kelompok bersenjata menyerang pos perbatasan di Rakhine pada 9 Oktober lalu, menewaskan 9 polisi. Sejak itu militer kerap menuding "teroris Rohingya" sebagai pelaku penyerangan.
Alih-alih menangkap pelaku, militer Myanmar diduga malah menyerang kaum Rohingya hingga menewaskan sekitar 86 orang dan menyebabkan ribuan lainnya melarikan diri keluar Myanmar.
Insiden ini mencoreng nama pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, yang dianggap gagal menjauhkan negaranya itu dari pelanggaran HAM. Namun, pemerintah Myanmar berkeras menampik segala tudingan pelanggaran HAM yang dilakukan aparat militernya tersebut.
Kekerasan terhadap etnis Muslim di Myanmar ini bukan yang pertama kali terjadi. Kekerasan sektarian terparah terhadap warga Rohingya dilakukan oleh kelompok Buddha pada 2012 lalu. Insiden ini menewaskan sekitar 200 orang dan menyebabkan 140 ribu orang kehilangan tempat tinggal. [**]