Metroterkini.com - Serangan udara kembali menggempur wilayah yang dikuasai kelompok pemberontak di Kota Aleppo timur, pada awal pekan ini, menyebabkan tiga warga tewas. Padahal, serangan udara di wilayah itu sempat terhenti selama sepekan dan kondisi dilaporkan tenang.
Televisi pemerintah Suriah menyatakan angkatan udara pemerintah Damaskus turut ambil bagian dalam serangan terhadap "benteng teroris" di Kota Tua Aleppo pada Selasa (15/11/16). Sementara, pemerintah Rusia mengklaim berhasil menghancurkan bekas markas ISIS dan kelompok militan yang dulunya bernama Front al-Nusra di sejumlah tempat di Aleppo, tanpa menyebutkan serangan di Aleppo.
Gempuran bom di Aleppo ini menandai berakhirnya jeda serangan udara yang diumumkan pemerintah Suriah dan Rusia pada 18 Oktober lalu.
"Rumah kami gemetar karena ledakan. Jet tempur berderu di atas kami dan hujan bom di sekeliling kami," kata Modar Shekho, warga Aleppo timur, dikutip dari Reuters.
Kelompok pemerhati perang Suriah melaporkan serangan kali ini menggunakan roket yang diluncurkan dari jet tempur dan berbagai bom barel yang dijatuhkan dari helikopter.
Pada hari Senin (14/11) dan Selasa pagi, serangan udara menghantam rumah sakit di tiga desa di wilayah yang dikuasai pemberontak di sebelah barat Aleppo, membuat fasilitas medis tak dapat diakses warga sekitar. Damaskus dan Moskow menyangkal mereka menargetkan rumah sakit.
Serangan lainnya, termasuk serangan yang diduga menggunakan rudal jelajah Rusia menghantam kawasan Saraqeb di Idlib, provinsi di dekat Aleppo, markas untuk berbagai kelompok pemerontak.
Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu menyatakan pada Selasa bahwa pihaknya telah meluncurkan serangan di Idlib dan Homs menggunakan rudal dan jet tempur yang dibawa oleh kapal induk yang tiba di kawasan Mediterania timur.
"Kami melakukan penelitian mendalam terlebih dahulu pada semua target. Kami menargetkan gudang dengan amunisi, pusat pelatihan teroris ... dan pabrik pabrik," kata Shoigu.
Stasiun televisi milik pemerintah Suriah, Ikhabariyah, melaporkan terdapat pengiriman pasukan besar di garis depan pertempuran Aleppo, dalam persiapan serangan darat besar-besaran yang akan segera diluncurkan.
Aleppo menjadi salah satu medan tempur tersengit antara pasukan rezim Presiden Bashar al-Assad yang didukung Rusia dan Iran dengan kelompok pemberontak dan juga kelompok militan seperti ISIS. Perang sipil di Suriah telah berlangsung selama lebih dari lima tahun dan menewaskan 300 ribu orang.
Sementara di Washington, presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, mengindikasikan sinyal untuk bekerja sama dengan Rusia dan Suriah untuk memerangi ISIS. Pada Selasa, Assad mengaku siap bekerja sama dengan Trump jika ia dapat menepati janji untuk memerangi teroris.
Pemerintah Suriah menganggap semua kelompok yang menentang rezim Assad adalah teroris. Sementara, pemerintah AS di bawah kepemimpinan Barack Obama saat ini menilai Assad merupakan sumber perpecahan dan perang saudara di Suriah.
Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin dikabarkan sudah berbincang melalui sambungan telepon pada Senin, berdiskusi soal berbagai hal, termasuk memerangi terorisme dan memperbaiki hubungan perdagangan.
Selama kampanye, Trump juga berjanji untuk meningkatkan hubungan Amerika dengan pendukung utama Assad, Rusia. Dalam debat capres melawan rivalnya Hillary Clinton sebelum pemilu digelar, Trump bahkan melontarkan bahwa Assad dan Rusia membantu memerangi ISIS.
Pemerintah Amerika Serikat saat ini berkomitmen memimpin koalisi internasional yang melakukan serangan udara terhadap di Suriah dan Irak. AS juga mendukung berbagai kelompok pemberontak yang berupaya melengserkan Assad dan memerangi ISIS. [**CNN]