Metroterkini.com - Perusahaan pelat merah, PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) kemungkinan bakal dipaksa berbagi jaringan dengan pesaingnya jika terjadi perubahan aturan mengenai penyelenggaraan telekomunikasi.
Secara spesifik, perubahan peraturan telekomunikasi yang dimaksud adalah Pertaruran Pemerintah (PP) No 52 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Komunikasi dan PP No 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit.
Sumber internal pemerintah menyebutkan, proposal mengenai perubahan aturan tersebut akan berdampak liberalisasi sektor telekomunikasi, sekaligus mempercepat penggelaran jangkauan jaringan telekomunikasi dalam durasi tiga tahun.
“Kalau terus membangun jaringan fixed dan mobile dengan metode yang dipakai sekarang, kita akan rugi lebih kurang 15 miliar dollar AS (sekitar Rp 196,5 triliun) demi memperluas jaringan,” ujar Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara seperti dilansir KompasTekno dari Reuters, Sabtu (13/8/16).
“Mestinya memakai strategi pembangunan yang lebih efisien, yaitu yang memungkinan terjadinya active sharing,” imbuhnya sambil merujuk pada konsep berbagi spektrum atau frekuensi telekomunikasi.
Telkom memiliki banyak saingan di wilayah Pulau Jawa. Tapi di luar Jawa, perusahaan pelat merah ini telah lama mendominasi. Tarif yang dibebankan pada daerah terpencil pun bisa dua kali lipat tarif di kota besar.
Telkom juga memiliki kontribusi besar terhadap pemasukkan negara. Tahun lalu saja, perusahaan menghasilkan lebih kurang Rp 32 triliun untuk pemerintah, termasuk di dalamnya dividen serta pajak.
Operator-operator lain yang lebih kecil ketimbang Telkom berharap rencana network sharing ini terwujud. Di antaranya adalah PT XL Axiata serta Indosat, yang mayoritas sahamnya masing-masing berada di tangan Axiata Grup Malaysia dan Ooredoo asal Qatar.
Tapi di sisi lain, pemerintah terlihat enggan mengubah kebijakan karena akan memengaruhi sektor lain, misalnya keamanan nasional.
Dibicarakan dengan Menko Perekonomian
Pembicaraan mengenai perubahan peraturan tentang penyelenggaraan telekomunikasi itu kini dikoordinir oleh Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekonomian. Namun pembicaraan tersebut masih buntu.
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah menyetujui agenda perubahan peraturan tersebut. Syaratnya, operator mendapatkan kompensasi yang adil, sesuai dengan investasi yang telah dikeluarkan untuk membangun jaringan.
Menurut pejabat Kemenko Perekomian, Bambang Adi Winarso, Sekretariat Negara (Setneg) telah meminta agar konsep perubahan peraturan telekomunikasi itu dibuat ulang. Syarat yang disebutkan oleh Kementerian BUMN mesti dimasukkan ke dalam revisi kali ini.
Agaknya, permintaan ini akan membuat proses implementasi peraturan baru itu melambat. Tidak diketahui dengan jelas kapan revisi kedua, yang mengakomodir permintaan Kementerian BUMN bakal selesai.
Jika revisi peraturan ini dikeluarkan, Menkominfo mengatakan dirinya mesti menetapkan mekanisme tarif network sharing. Namun hal ini mendapat tentangan dari Telkom yang menginginkan pentarifan tetap menjadi kesepakatan bisnis antar operator.
“Itu bukan wilayah pemerintah. Jika kami diwajibkan berbagi, bukankah artinya kami mesti mengorbankan kepentingan jangka panjang kami? Itu tidak adil untuk kami,” ujar Direktur Wholesale & International Service PT Telkom, Honesti Basyir kepada Reuters. [**]